Selasa, 08 Agustus 2017

Explore Propinsi Terbarat Indonesia!

Tulisan berikut bisa dibilang merupakan "kelanjutan" dari Jalan-jalan saya di Tanah Kelahiran Bapak saya, yakni Banda Aceh. Setelah sebelumnya gagal ke Sabang dikarenakan cuaca yang buruk, Alhamdulillah untuk kali ini, bahkan bersama keluarga besar, kami bisa berkunjung kesana. Seperti apa perjalanannya? Cuuuus!


2 Januari 2017

Hari itu tiba!
Setelah sebelumnya berburu tiket di event GATF yang diadakan di JCC,Senayan, dapatlah harga untuk Tiket promo Garuda PP CGK-BTJ (Direct) dengan harga sekitar 2,2 Juta/seorang. Alhamdulillah memang sedang diskon, karena umumnya untuk ke Banda Aceh diperlukan kisaran 1,5-1,6 Juta untuk sekali jalan. -,-

Berhubung jadwal penerbangan pukul 06.30 WIB, pagi itu kami sudah pergi dari rumah sekitar pukul 04.30 WIB. Berhubung sudah early check in , jadilah kami hanya tinggal memasukkan bagasi saja ketika sampai di bandara dan langsung bergerak ke ruang tunggu.

Mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh
Alhamdulillah pagi itu semuanya sesuai jadwal. Setelah melewati perjalanan sekitar 2 Jam 20 Menit, kami sudah tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh dan langsung disambut oleh segenap sanak saudara yang sudah menunggu di pintu keluar.

Berhubung saat itu kapasitas penumpangnya berlebih, jauh-jauh hari sebelumnya saya sudah memesan sebuah mobil sewaan untuk menemani kami selama disana.

Fyi, untuk sewa mobil selama di Banda Aceh, bisa hubungi Bang Yan 0852 7759 7759 dengan driver-nya saat itu Pak Rahmat 0852 62500 808 . Beliau ini sangat ramah dan siap mengantar kalian kemana saja. Untuk tarifnya dikenakan sebesar Rp 500.000,-/dalam kota, termasuk Sewa mobil, sopir dan jasa sopir. Tidak termasuk parkir aneka wisata dan makan sopir. Jika ingin ke luar kota, tarifnya Rp 750.000,-/ termasuk Sewa Mobil, Bensin, dan jasa sopir. Waktu pemakaian normal dari pukul 08.00 - 23.00 WIB.


A. Kopi Sanger & Nasi Gurih  (Warung Kopi Zakir)

Di Banda Aceh, salah satu yang sangat menjamur adalah banyaknya warung kopi yang beredar di pinggir jalan. Dari yang berukuran sederhana, bahkan yang besar. Jujur saja, Di kota Banda Aceh warung Kopi sangatlah laris dan sering dijadikan sebagai ajang untuk temu kangen atau sekedar berkumpul dengan kawan-kawan. Warung kopi Zakir menjadi tujuan awal kami saat itu sebelum memulai menjelajah kota Banda Aceh. Menu yang khas dan sedang populer di warung kopi Aceh adalah Kopi Sanger, terdiri dari gabungan telur ayam yang diracik dengan bubuk kopi. Harganya juga sangat merakyat, saya lupa berapa (karena ditraktir tuan rumah siang itu..heheheh), tapi yang pasti dibawah Rp 7.000,-/gelasnya.


B. Perahu di atas Rumah, Gampong Lampulo

Perahu di atas Rumah, Gampong Lampulo
Berikutnya kami mengunjungi salah 1 objek wisata yang menjadi saksi bisu dahsyatnya gelombang Tsunami yang menerjang Aceh 26 Desember 2004 silam. Tidak dikenakan biaya masuk khusus peroang untuk masuk ke dalam, selain disediakan kotak sumbangan yang bersifat sukarela. Untuk parkir mobil dikenakan Rp 5.000,-/mobil.

Menurut beberapa info yang saya dapat (selengkapnya di http://news.liputan6.com/read/313618/kisah-quotperahu-nabi-nuhquot-di-lampulo) , Kapal yang nyangkut di atas rumah ini sempat dijadikan sebagai "Kapal Penyelamat" saat Tsunami menerjang. Ibarat kapal Nabi Nuh, banyak orang yang selamat karena sempat berlindung di dalamnya. Kapal ini terbawa dari perairan nelayan disekitar Lampulo dan "nyangkut" di atas rumah karena memang tingginya gelombang Tsunami saat itu. Cobalah juga untuk masuk ke dalam kemudian naik ke atas, tersedia berbagai macam foto yang menggambarkan suasana musibah Tsunami saat itu, terutama yang berkaitan dengan Kapal ini.

Jika dilihat dalam jarak lebih dekat
Dari Gampong Lampulo, kami sempat mampir ke Pasar disekitar jalan Spordek. Yaaa sebenarnya ini diluar dari rencana, karena Bapak saya ingin napak tilas ke tempat dia dilahirkan dulu. :)


Check in Lading Hotel
Lading Hotel (Sumber : Google.com)
Siang menjelang sore, tidak banyak wisata yang kami kunjungi di Banda Aceh, karena memang kami berencana untuk ke Sigli mengunjungi rumah sepupu saya yang lain. Sebelum berangkat kami sempat Check in di Lading Hotel yang berjarak tidak jauh dari Masjid Baiturrahman. Dikenakan biaya Rp 350.000,-/kamar/malam sudah termasuk sarapan pagi. Alamat di Jl. Cut Meutia No.19, Kp. Baru, Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Aceh 23242. Pemesanan di (0651) 635 123


Berkunjung ke Sigli
Sekitar 13.30 WIB, kami bertolak ke arah Sigli dengan melewati beberapa kecamatan, daerah dan kabupaten tentunya. Disini juga saya melewati daerah Saree, dimana sekilas terlihat seperti Puncak yang ada di Cisarua, Bogor, dengan kanan kirinya terdapat bebagai aneka warung yang menjajakkan jagung bakar dan aneka kopi, sangat cocok untuk duduk bersantai.

Rumah Aceh tempat dimana sepupu saya tinggal
Jalanan berlanjut ke Bukit Seulawah, berkelok-kelok dan naik turun, sehingga sekilas cukup bisa membuat orang mual ketika melewatinya (siapkan antimo yaa.. ahaha). Lanjut ke Padang Tiji, Grong-Grong, dan akhirnya masuk ke Sigli, Kabupaten Pidie. Tapi ternyata, rumah sepupu saya ini masih tembus hingga ke Caleue. Di Caleue yang masih didominasi dengan nuansa alam pedesaaan, akan bisa kita temui hewan-hewan seperti sapi dan bebek yang sedang mengantri menyeberang. Unik juga, karena mereka menyeberang dengan rapi tanpa ada yang menghalau (Sayang seribu sayang beberapa perjalanann saat ke Sigli terekam di SD Card saya yang corrupt.. T-T)

Alhamdulillah setelah menempuh jarak sekitar 2,5 jam. Kami tiba di rumah kak Mina dan Bang Kurnia. Sekilas tampak bentuk rumahnya seperti Rumah adat Aceh. Dikelilingi dengan halaman, dan udaranya pun sejuk, karena memang cukup jauh dari perkotaan. Andaikata waktu kami lebih panjang, sebenarnya ingin juga menyempatkan menginap semalam disini . Berhubung besok akan melanjutkan perjalanan ke Sabang, setelah menunaikan sholat Maghrib, kami tidak berlama-lama segera pamit untuk kembali bertolak ke Banda Aceh.


3 Januari 2017

Menuju Pelabuhan Ulee Lheue , Nyebrang ke Sabang

Di depan pintu masuk Pelabuhan
Pagi itu, setelah menyelesaikan sarapan dan Check out hotel, kami bertolak menuju Pelabuhan Ulee Lheue yang berjarak sekitar 5 Km dari penginapan. Suasana Pelabuhan sudah sangat rapi dan Alhamdulillah tidak terlalu ramai dikarenakan memang musim liburan sudah selesai. Setelah menurunkan barang-barang, kami langsung membeli tiket Kapal Express seharga Rp 80.000,-/orang dengan lama perjalanan sekitar 50 menit hingga 1 jam.

Untuk jadwal keberangkatan, ada beberapa jadwal yang bisa dipilih, yakni pukul 08.00, pukul 10.00 dan 14.30,  begitu pula dari arah sebaliknya. (Maaf tidak bisa menampilkan foto dikarenakan datanya ada di SD saya yang corrupt. T-T). Bagi yang ingin bersantai atau mungkin membawa kendaraan nyebrang, ada pula Kapal Fery yang berukuran besar, lama perjalanan sekitar 2,5 jam, dengan biaya sekitar Rp 20.000,-/orang dan jadwalnya jauh lebih sedikit (saya lupa, namun salah satunya pukul 14.30 WIB)

Saran saya, jika kalian ingin menghemat waktu, lebih baik ambil yang express saja, selain lebih nyaman, lebih cepat sampai juga. Pagi itu kami berangkat pukul 10.00 WIB dari Pelabuhan Ulee Lheue menuju Pelabuhan Balohon (Pelabuhan bebas Sabang) karena tertinggal sedikit untuk mengejar jam 08.00 WIB. (T-T)


Tiba di Pelabuhan Balohon, Sabang
Meskipun awal berangkat cuaca sempat mendung, Alhamdulillah begitu mendekati Pulau Weh, dengan kotanya yang bernama Sabang, cuaca kembali cerah. Disini kami sudah ditunggu oleh Sanak saudara dari Sabang. Fyi saja, saat kalian turun dari kapal, akan banyak calo yang masuk dan menawarkan aneka macam kendaraan untuk disewa. Jika ingin sewa ditanya dulu baik-baik harganya, terutama sudah mencakup apa saja? Kisaran jika ingin sewa mobil adalah Rp 300.000,- hingga Rp 400.000,-/mobil/hari. 


C. Monumen "I Love Sabang"

Monumen "I Love Sabang"
Monumen ini menjadi tempat pertama yang kami kunjungi ketika menginjakkan kaki di Sabang. Bisa dibilang hukumnya wajib berfoto disini ketika kalian berkunjung ke Sabang. ^^. Tidak dikenai biaya masuk atau pun parkir untuk bisa berfoto . Tidak jauh dari monumen, kalian juga bisa naik ke atas menara dan melihat indahnya laut di seberang.

View dari atas menara

Leha-leha Sebentar
Sebelum melanjutkan untuk menjelajah Sabang, kami menyempatkan diri sejenak untuk menaruh barang-barang sekaligus saya berganti dengan celana pendek. Enaknya jika kita bepergian ke daerah dimana banyak saudara tinggal, Disini saya dan keluarga tidak perlu membayar uang sewa losmen, yang mana masih merupakan rumah tante saya juga. Paling hanya bayar uang listrik dan uang laundry untuk kasur saja.. Alhamdulillah rejeki anak Sholeh.. ehehehhee :P


D. Masjid Raya Babussalam

Masjid Raya Babussalam
Tempat berikutnya yang kami kunnjungi adalah melihat indahnya Masjid Raya yang ada di Sabang, Masjid Babussalam namanya. Oiya, perlu diingat, jangan sesekali coba memasuki kawasan Masjid dengan menggunakan celana pendek bagi pria, karena pasti akan ditegur! jika mau mengenakan sarung pun, baiknya sedari luar gerbang, tidak boleh saat di dalam Masjid. Kenapa? yah, memang sudah menjadi budayanya disana. Ikuti saja.. :)

Masjid ini sangat bagus, baik oranamen dalam dan luarnya. Sayang saya tidak sempat foto-foto di dalam karena ngerti ditegur (lagi).. -,-"


E. Titik 0 KM Indonesia

Titik 0 Km Indonesia
Titik 0 KM berjarak sekitar 19 Km dari Pelabuhan Balohon, dan bisa dicapai dengan menggunakan mobil dengan melewati jalan mendaki, menurun, berbukit dan pastinya berkelok-kelok. Saran saya, bagi yang mudah mual baiknya segera minum Antimo deh! ahahaha. Destinasi yang satu ini merupakan destinasi WAJIB yang harus kalian datangi ketika berkunjung ke Sabang. Ya, karena disinilah merupakan Titik 0 KM dari Indonesia.

Tidak dipungut bayaran perorang ketika tiba di lokasi, hanya bayar Rp 10.000,-/mobil saja. Bagi yang ingin membuat sertifikat, silahkan hanya dengan Rp 25.000,- saja.

Saat kami kesana, ada tugu yang sedang dibangun dan tidak kalah bagus juga untuk difoto, sedangkan diseberangnya bisa kalian saksikan samudera terbarat yang ada di Indonesia.

Samudera Hindia dilihat dari Titik 0 KM
Orang tua saya dengan tugu yang sedang dibangun

Selain Tugu 0 KM, dikawasan ini juga dijajakkan aneka dagangan berupa Souvenir yang pastinya sangat cocok dijadikan kenang-kenangan saat kembali ke daerah masing-masing nanti. Jika lapar, ada juga aneka pedagang yang menjual makanan. Okey... next!


F. Pantai Iboih
Dermaga pantai Iboih
Pantai Iboih berjarak tidak jauh dari Titik 0 KM, dengan harga masuk Rp 10.000,-/per mobil, inilah pantai paling ramai yang dikunjungi oleh wisatawan di Sabang. Disini kita bisa melihat banyaknya wisatawan asing yang sedang berkunjung. Kita bisa Snorkling dengan biaya sewa alat sebesar Rp 40.000,-/orang, yakni dengan menyeberang terlebih dahulu ke Pulau Rubiah yang berjarak sekitar 5 menit dari pelabuhan di Pantai Iboih. Biaya kapal sekitar Rp 200.000/Boat/PP. Dimana Pulau Rubiah ini merupakan sebuah pulau kecil yang berdekatan dengan Pantai Iboih. Airnya sangat jernih, berwarna hijau tozca jika cuaca sedang bersahabat karena matahari bisa masuk hingga ke dalam.

Bagi yang tidak suka nyebur, kalian bisa naik Perahu Kaca untuk melihat aneka terumbu karang batik dengan tarif Rp 350.000,- untuk kapasitas 8 orang sembari mengelilingi Pulau Rubiah. Tapi sebelumnya pastikan cuaca sedang bagus ya, karena saat saya kesana cuaca sedang kurang bersahabat, ditambah saya tidak bisa nyebur dulu pasca operasi Lasik... T-T

Ini View yang bisa didapat jika cuaca lagi bagus.. (Sumber : http://www.yukpiknik.com/aceh/pantai-iboih-aceh/)

G. Pantai Gapang

Sore-sore syahdu di Pantai Gapang
Hanya butuh waktu sekitar 5 menit dengan kendaraan untuk mencapai Pantai Gapang. Dibandingkan Pantai Iboih, suasana di Gapang jauh lebih sepi, lebih cocok digunakan untuk bersantai dan menginap, apalagi sore-sore sembari ditemani angin sepoi-sepoi di pinggir pantai. Sedaaap! :D

Saat saya kesana, hujan sudah mulai turun, sehingga tidak ada lagi yang berjaga di gerbang masuk. Saya rasa HTM nya mungkin sama dengan Pantai Iboih yakni Rp 10.000,-/mobil.


Saking sepinya hanya ada saya dan Iron Man. :p

Tadinya, ada beberapa lokasi lain yang ingin saya kunjungi seperti salah satunya Benteng Jepang, namun apa daya karena haris sudah semakin gelap ditambah hujan, saya pun memilih untuk segera kembali ke penginapan.


H. Pantai Paradiso
Pantai Paradiso berada tidak jauh dari tempat kami menginap, sehingga kami memilih untuk mengunjunginya untuk makan malam sekaligus sebagai penutup liburan kami di Sabang yang sangat singkat ini. Bisa dibilang, konsep pantai ini seperti mini Food court, hanya saja di alam terbuka. Berbagai menu dihidangkan mulai dari ikan bakar, ayam, sate, dll. Malam itu saya memesan Sate Gurita isi 5 dan Sate Daging isi 5 seharga masing-masing porsi Rp 15.000,-. Rasanya? mantap!


4 Januari 2017

Bye Sabang! Kembali ke Banda Aceh..
Esoknya, pagi-pagi sekali kami sudah bangun dan segera diantar oleh Sepupu saya menuju Pelabuhan Balohon untuk mengejar Kapal pukul 08.00 menuju Pelabuhan Ulee Lheue. Harga tiket masih sama, Rp 80.000,-/ orang. Tidak sampai 1 jam, tepatnya pukul 08.50 WIB kami sudah tiba di pelabuhan Ulee Lheue dan segera bertolak ke destinasi selanjutnya (PLTD Apung) setelah dijemput oleh pak Rahmat.


I. PLTD Apung

Kapal PLTD Apung dilihat dari samping
PLTD Apung merupakan kapal tanker berukuran sangat besar yang terseret dari pelabuhan Ulee Lheue sejauh 5 Km ke jantung kota Banda Aceh. Saat ini terletak di Gampong Punge Blang Cut. Tidak dikenakan HTM untuk masuk kesini, hanya sumbangan seikhlasnya yang diletakkan dalam kotak amal dan biaya parkir sebesar Rp 5.000,-/mobil.

Sekarang kondisinya sudah jauh lebih rapi, bahkan terdapat pula tugu yang menggambarkan betapa dahsyatnya bencana Tsunami yang menerjang Aceh 2004 silam. Bagi yang ingin mencoba naik ke atas kapal, bisa juga. Kalian pun bisa masuk ke bagian dalam kapal dan melihat berbagai macam dokumentasi tentang PLTD Apung dan kejadian Tsunami.
Tugu Situs Tsunami PLTD Apung
Bagian dalam PLTD Apung (Sumber : http://www.tabloidimaji.com/2016/03/20/ke-banda-aceh-wajib-ke-pltd-apung/)
Bagi yang ingin membeli aneka macam souvenir, di dekat parkiran terdapat beberapa toko yang menjual aneka pernak pernik. Sayang sekali rasanya jika kemari tapi tidak beli sesuatu kan? :D


J. Rumah Cut Nyak Dien
Siang itu kembali hujan turun dengan derasnya, tadinya saya ingin langsung menuju Pantai Lampu'uk, namun saya rasa tak ada yang bisa dilihat juga jika sedang hujan deras. Alhasil saya mencari di "mbah Gugel" dan menemukan bahwa Rumah Cut Nyak Dien masih searah dengan Pantai Lampu'uk dan Lamno (jika waktu masih terkejar). Sembari menunggu hujan reda, jadilah kami mampir kesana.

Bagian depan rumah Cut Nyak Dien
Suasana saat itu sangat sepi, bahkan saya sempat mengira sedang tutup. Setelah bertanya dengan seorang Bapak yang ternyata sekaligus sebagai pemandu disana, maka dibukalah siang itu khusus untuk kami. Alhamdulillah !

Menurut si Bapak, rumah ini dibakar pada tahun 1896, kemudian dibangun kembali tahun 1981. Jadi memang yang ada saat ini sudah merupakan replika dari rumah yang dulu. Pertama kali masuk ke dalam, kami langsung disambut dengan berbagai macam foto dan lukisan yang mengisahkan tentang Cut Nyak Dien dan perjuangannya dalam ruangan seperti teras yang gelap remang-remang.

Pintu masuknya dari sini, kemudian bergerak ke kanan
Pigura berisi foto Cut Nyak Dien
Sembari mendengar penjelasan dari si Bapak, kami bergerak ke ruang tengah yang mana seperti ruang makan, dimana terdapat aneka pajangan senjata yang digunakan oleh Cut Nyak Dien dkk dalam masa perang melawan penjajah. Di sudut ruangan, bisa ditemukan sebuah sumur yang ternyata masih asli dan agak tinggi. Rupanya ada alasan tersendiri kenapa Sumur dibuat tinggi, yakni agar tidak mudah diracuni.

Ruang tengah seperti ruang makan
Sumur yang masih asli

Setelah dari ruang tengah, kami bergerak ke kiri yang mana melewati Kamar dari Cut Nyak Dien, dan brrrrrrrr entah mengapa bulu kuduk saya merinding hebat ketika melewati kamar tersebut, dan ketika saya masuk untuk memfoto aneka perabot yang ada disitu malah tambah berasa auranya. Kamar tersebut didominasi warna kuning, dengan tempat tidur berkelambu dan terdapat bantal duduk. Maaf banget, saya ga bisa upload foto kamarnya, ini aja merinding banget sembari nulis.. -,-".

Berikutnya kami tiba di ruang rapat, dan merupakan akhir dari penjelajahan kami bertiga (saya, adik saya dan Ibu saya) di rumah Cut Nyak Dien. Oh iya, tidak dipungut HTM untuk masuk kemari, tapi hanya tips seikhlasnya saja untuk Bapak Pemandu. Tapi saya mohon bagi kalian yang kemari jangan pelit-pelit yaaa.. asli Bapak ini sangat profesional dan baik banget!


K. Pantai Lampu'uk

Pantai Lampu'uk
Untuk masuk ke Pantai Lampu'uk dikenakan tarif Rp 3.000,-/orang, dan tidak lagi dikenakan biaya parkir ketika saya tiba di dekat bibir pantai. Pantai Lampu'uk sangat cocok digunakan sebagai tempat bersantai sembari makan ikan bakar di tepi pantai. Bentuk pantainya juga unik karena berbentuk seperti sabit dengan karang besar diujungnya.Untuk sekedar basah-basahan juga seru lho, tapi jangan terlalu main ke tengah karena berbahaya. Namun sayang, berhubung saat itu sedang agak mendung dan cenderung hutan rintik-rintik, tidak terlalu bagus foto yang bisa saya ambil.

Sebenarnya siang itu saya berencana untuk mengunjungi Museum Tsunami untuk kedua kalinya setelah kunjungan pertama saya di tahun 2010, namun apa daya dikarenakan dekat dengan waktu Zhuhur, Museum tersebut tutup sementara dan akan dibuka kembali pukul 14.00. Alhasil saya melanjutkan ke.......


L. Pusaka Souvenir di Jalan Sri Ratu Safiatuddin
Bagian depan Pusaka Souvenir (sumber : http://hepymoments.blogspot.co.id/2015/07/discovered-sumatra-banda-aceh-bakso.html)
Menurut pak Rahmat, Toko Souvenir ini termasuk yang recommended, harganya juga sangat terjangkau dan beliau pun sering mengantar tamu untuk mencari oleh-oleh disini. Ketika saya kesana, puas sekali rasanya. Disini dijual berbagai macam souvenir mulai dari Gelang, Gantungan kunci, Bros berbentuk Pintu Aceh, aneka macam tas, dompet, Kopi Aceh, Dll. Pramuniaganya juga sangat ramah dalam melayani pembeli. Cantk-cantik pula.. #eh :P
Oiya, di sebelah Pusaka Souvenir ini terdapat kuliner Sate Gebrak (secara masaknya berisik banget pake digebrak gitu.. -,-")  yang rasanya enak banget. Seporsi hanya Rp 20.000,-.


Check In Hip Hop Hotel + Makan Malam Bersama Keluarga Besar + Cane Mamah
Sebelum melanjutkan untuk memenuhi undangan Makan malam bersama keluarga besar di Rumah Om Edy (Gampong Lamdingin), kami menyempatkan diri untuk Check in sejenak di Hip Hop Hotel yang terletak tidak jauh dari Masjid Baiturahman. Karena memang di hotel inilah kami akan bermalam sebelum keesokan harinya kembali ke Jakarta. Saya lupa berapa tarifnya karena adik saya memesan via Traveloka/Pegi-pegi atau apa gitu. Kalau tidak salah sekitar Rp 550.000,-/semalam, lengkap dengan kamar yang sangat nyaman, dan pastinya sarapan untuk keesokan harinya. Asiiiik.

Saat kami tiba di Lamdingin, makanan sudah siap, dan  sungguh senang sekali rasanya bisa berkumpul dengan sebagian keluarga besar di Aceh. Karena memang karena faktor jarak, sehingga sulit untuk bisa mendapatkan moment seperti ini. Pastinya, kami langsung menyusun formasi untuk berfoto sebagai kenang-kenangan kunjungan saya dan keluarga kesana.

Alhamdulillah! Makasi buat jamuan makan malamnya! :D

Malam semakin larut, dan sebelum petualangan saya di Aceh benar-benar berakhir, Sepupu saya bang Yunal mengajak untuk ngopi-ngopi sejenak di Cane Mamah. Menurut Bang Yunal, ini salah 1 tempat nongkrong favorit di Aceh. Menunya berkisar dari aneka macam Kopi, utamanya Kopi Sareng dengan harga yang murmer pastinya. Dan juga aneka macam Roti Cane. Kenyal-kenyal lembut gitu rasanya. Nikmat!

Selepas nongkong, sebelum kembali ke Hotel,  Bang Yunal mengajak kami (saya dan adik) berkeliling Kota Banda Aceh di Malam hari. Wah, kalau disana sekitar jam 21.00 ke atas saja sudah sepi sekali rasanya, beda jauh lah sama Jakarta. Tak lupa kami sempat mampir ke Masjid Baiturrahman yang saat itu masih dalam renovasi. Kalau sekarang sepertinya sudah bagus pake banget ya... :D


5 Januari 2017

Tragedi Memory Card Corrupt! Aaaaaargh!!!
Tidak bermaksud lebay, tapi memang ini kejadian apes yang menimpa saya sesaat sebelum Check out dari Hotel Hip Hop. Entah kenapa saat saya buka Gallery, foto-foto yang ada disitu seperti pecah dan sekejab kemudian hilang semua yang ada di MC. Asli pengen teriak rasanya, karena rekaman dan foto-foto saya selama beberapa hari ini menjelajah Aceh ada disana.. T-T.

Saat itu mood langsung berubah drastis dan harapan saya semoga data-data yang ada masih bisa diselamatkan dengan saya mencoba berkunjung ke toko hape terdekat. Sayang seribu sayang, tetap tidak bisa dan saya harus merelakan data-data yang ada disitu dan data-data sebelumnya hilang semua.. T-T

Sebelum bergerak ke Bandara, saya berencana untuk menenangkan diri sejenak dengan ngopi-ngopi plus ngemil di Taufik Kopi yang memang sembari mengarah ke Bandara.


Tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda

Sebagian keluarga yang mengantar kepulangan kami
Jadwal keberangkatan kami adalah Pukul 16.00 WIB, dan untuk berjaga-jaga kami sudah tiba Pukul 14.30 WIB dengan diantar oleh sebagian keluarga. Setelah bersalam-salaman, berfoto sejenak, dan tak lupa mengucapkan terima kasih pada Pak Rahmat yang sudah setia menyupiri kami selama di Banda Aceh dan sekitarnya, kami pun pamit dan bersiap kembali ke Ibu Kota.


Bye bye Aceh! Suatu saat saya akan kembali lagi kesana......


Makasi lho, buat kawan-kawan yang masih setia membaca cerita ini hingga tuntas. Moga-moga ada manfaatnya ketika kalian akan berkunjung ke Banda Aceh dan sekitarnya nanti. Berbeda dengan postingan sebelumnya, saya tidak bisa mencatumkan total pengeluaran seperti biasa, dikarenakan trip ini bersifat keluarga. Jadi silahkan dihitung sendiri yaa berdasar info-info yang saya berikan.


Salam,
RPR
(Silahkan difollow IG saya jika berkenan : @rezkirusian)