Senin, 29 Juni 2015

Mencari setitik "Surga" di Pulau Papatheo

13 Juni 2015
Terkadang, untuk menemukan tempat yang indah bak "surga" tidak perlu dengan pergi terlalu jauh. Masih di wilayah provinsi DKI Jakarta, tepatnya Kepulauan Seribu, terdapat sebuah pulau yang sangat recommended untuk dijadikan tujuan wisata sekaligus melepaskan penat di sela-sela rutinitas sehari-hari.

Tepatnya tanggal 13 Juni 2015 silam, saya beserta kawan-kawan lintas komunitas yang dimotori oleh Kak Tini dan kak Lady berangkat menuju Pulau Papatheo.
Pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB, kami yang sudah berkumpul di pelabuhan Muara Angke bersiap untuk berangkat. Dibutuhkan waktu sekitar 3 jam untuk mencapai Pulau Harapan,dimana kami akan transit terlebih dahulu sebelum menuju Pulau Papatheo. 

Perairan sekitar Pulau Harapan
Berhubung hari sudah siang saat tiba di Pulau Harapan, kami pun menyempatkan diri untuk menyantap makan siang sekaligus berganti pakaian guna persiapan Snorkling. Ya, karena rencananya siang itu kami akan mengunjungi 2 Spot Snorkling yang terletak diantara Pulau Harapan dan Pulau Papatheo.

Spot Snorkling pertama

Bagian lainnya dimana kawan-kawan sedang berkumpul

Setelah puas bermain di Spot pertama (namanya saya lupa) kami pun bergegas untuk pindah ke spot kedua, dikarenakan hari sebentar lagi juga akan gelap, jadi kami pun harus mengejar waktu.

Spot Snorkling kedua terlihat jauh lebih bagus dari yang pertama, dikarenakan semakin banyaknya ikan "Nemo" yang berenang kesana kemari, terumbu karang yang lebih bervariasi, bahkan kami menemukan bintang laut berwarna biru dan saya pun sempat berfoto bersama.

Keindahan biota bawah laut di Spot kedua. (doc by Kamera Iman)

Horeeee Bintang Laut !! (doc by Kamera Iman)

Hanya bisa berkata "WOW" untuk pemandangan yang ada (doc by Kamera Iman)
Selesai bersenang-senang di Spot Kedua, kami bertolak menuju Pulau Papatheo, dimana kami akan mendirikan tenda, memasak makanan dan membuat cerita yang lain disana.. hehehe..

15 orang yang bergembira setelah Snorkling (doc by Kamera Gemi Tasli)
Perjalanan menuju Pulau Papatheo dicapai kurang lebih 15 menit dari Spot kedua, yang artinya sekitar 30 menit jika dihitung dari pelabuhan Pulau Harapan. Memasuki wilayah Pulau Papatheo, kami langsung disambut dengan pemandangan laut dangkal yang menampakkan segala isi yang berada di dalamnya. Di bagian depan pulau bisa dilihat terdapat dermaga berbentuk "Letter U", lengkap dengan ornamen-ornamen patung disekitarnya yang menambah kesan klasik pulau ini.

Tiba di Pulau, kami langsung mendirikan tenda dan membagi tugas untuk memasak. Tidak terasa perut sudah mulai lapar kembali.

Welcome to Papatheo Island !!!

Tempat kemah kami (doc by Kamera Gemi Tasli)
Bagi kalian yang (pastinya) ingin berbilas setelah bermain dengan air asin di laut, di Pulau Papatheo terdapat sumur yang memiliki air tawar. Cukup berjalan sekitar 500 meter lurus dari arah dermaga memasuki area hutan, dimana nanti kalian akan menemui bangunan di tengah hutan yang pintunya ditutup oleh kain. Hanya saja, harap bersabar yaa.. karena mandi di dalam sini harus antri. Kalau mau cepat, kalian bisa mandi sekaligus berenam.

Enaknya di Pulau ini, suasananya tidak terlalu ramai, karena memang masih termasuk pulau pribadi. Disini hanya terdapat dua cottage/villa yang kebetulan sedang kosong. Kami yang datang ke pulau ini pun total hanya ada 3 kelompok dengan jumlah keseluruhan tidak sampai 60 orang.

Suasana makan malam (doc by Kamera Iman)

Dilanjut dengan bermain kembang api
Malam itu, kami mengisinya dengan formasi duduk setengah lingkaran dan saling memperkenalkan diri satu sama lain yang dimulai dari ujung (kebetulan saya.. ahahha), karena memang belum semua dari kami sudah saling mengenal, meskipun memang banyak diantaranya yang sudah sering pergi bersama.

Sekitar pukul 22.00 WIB, karena memang sudah terlalu lelah, satu persatu dari kami pun mulai "berguguran" dan akhirnya meninggalkan suasana sunyi di bawah langit berbintang.. Tsaaaaaaaaaaah...


14 Juni 2015
Pagi hari, setelah selesai sarapan dengan aneka roti bakar, kami langsung berburu foto di berbagai tempat-tempat yang dirasa eksotik. Ya, seperti judul saya di atas, Pulau ini memang indah seperti setitik "Surga".

Bagi kalian yang hobby foto, disini banyak sekali spot-spot cantik yang sangat sayang untuk dilewatkan. Beberapa hasil jepretannya,

Oiya, di dekat dermaga ini kalian bisa berenang (jika masih merasa kurang puas..hahaha)*

Indah sekali pulau ini.... So Glad to be here !!

Serasa di kolam renang pribadi

Pemandangan siang itu sebelum kembali ke Jakarta
Pantai di pagi hari yang masih surut














*Note: Bagi kalian yang ingin berenang di seputaran dermaga, mohon berhati-hati karena banyak bulu babi yang "merapat"..

Akhir kata, setelah selesai packing dan beres-beres perlengkapan, kami pun bersiap untuk kembali menuju Jakarta. Inilah foto bersama sebelum kami kembali ke Jakarta :

Foto bersama sebelum kembali ke Jakarta (doc by Kamera Gemi Tasli)

Nb : Untuk sewa kapal dari Pulau Harapan menuju Pulau Papatheo, bisa menghubungi Bp.Bagge di 0877 7416 1955 dengan sewa kapal sekitar Rp 700.000,- (Harapan - Papatheo PP dan selama Snorkling)

Rincian pengeluaran :

- Sharecost : Rp 250.000,-/orang
Included :
*Tiket Kapal PP Muara Angke - Pulau Harapan
*Sewa kapal kecil PP Pulau Harapan - Pulau Papatheo
*Makan siang 1x
*Logistik kelompok selama  di Pulau
*Sewa alat Snorkling (untuk hari Sabtu)
*Perizinan Pulau
*Biaya tak terduga

Sisanya adalah biaya-biaya lain diluar Sharecost seperti jajan makanan, minuman dan cemilan pribadi, serta ongkos dari rumah masing-masing menuju Muara Angke dan sebaliknya yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing.


Cheers,
RPR - Sang Petualang
(follow IG saya jika berkenan : @rezkirusian)

Kamis, 18 Juni 2015

Serang, "Surga" Kebudayaan Masa Lalu

24 Mei 2015 silam, saya beserta kawan-kawan dari komunitas Backpacker Jakarta berkesempatan jalan-jalanke kota Serang, pro vinsi Banten dalam rangka City Tour.

Seperti yang mungkin sudah kita ketahui, Serang yang terletak di bagian barat Pulau Jawa ini menyimpan berbagai peninggalan budaya masa lalu berupa artefak, bangunan, serta tradisi yang sangat sayang untuk dilewatkan.

Ada apa saja di Serang ?

A. Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama
Museum yang bersebelahan dengan Masjid Agung Banten Lama ini menjadi destinasi awal kami ketika tiba di Serang. Untuk masuk ke dalam Museum , tiap pengunjung dikenakan biaya Rp 1.000,- (sangat murah untuk sebuah pameran benda-benda kebudayaan zaman dulu) . Di dalam , dapat ditemui berbagai macam barang-barang kuno seperti guci, koin, lukisan, patung, peralatan dapur, serta berbagai macam artefak peninggalan purbakala, dan tak lupa catatan sejarah kota Serang (Banten Lama) yang terpampang memanjang di salah satu tembok Museum.


Papan Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama

Tampak luar bangunan Museum

Bagian dalam :

Berfoto bersama di bagian dalam Museum

Berbagai koleksi piring, mangkuk dan cawan

Vas bunga yang hampir pecah

Duo vas bunga

Peluru Meriam
Di bagian luar, tepatnya di pekarangan museum,dapat ditemui sebuah meriam besar dan berbagai batu-batu bertuliskan sajak Jepang, serta beberapa pecahan tembikar. Lebih kurang sepert inilah penampakannya :


Meriam

Batu dengan tulisan sajak Jepang
Jika mendadak lapar atau haus, disekitar pekarangan Museum banyak terdapat pedagang yang menawarkan aneka makanan dan minuman seperti Batagor, Es Kelapa, Es Cendol dll nya yang bisa dinikmati sembari menyiasati cuaca yang (pastinya) semakin memanas.

B. Masjid Agung Banten Lama
Tidak jauh dari kawasan museum, jika mengikuti jalur dimana banyak pedagang di kanan dan kiri jalan, kita akan menemukan pintu masuk menuju Masjid Agung Banten Lama. Menurut catatan sejarahnya, Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia yang banyak menyimpan catatan sejarah. Pembangunannya diprakarsai oleh Sultan Maulana Hasanuddin (Sultan pertama Banten), sekitar tahun 1552 - 1570 dan merupakan anak dari Sunan Gunung Jati.  Berhubung saat itu sangat ramai dengan pengunjung, maka kami pun agak sulit untuk masuk ke bagian dalam masjid, sehingga kunjungan ke dalam Masjid pun harus kami relakan. Tapi tenang, berikut saya lampirkan foto-foto tentang Masjid Banten Lama dalam perjalanan saya sebelumnya.

Pekarangan Masjid Agung Banten Lama

Berfoto dengan menara Masjid Agung Banten Lama

Bagian dalam Masjid














C. Keraton Surosowan
Tidak jauh dari komplek Masjid dan Museum, di bagian depan terdapat bekas reruntuhan istana yang dinamakan Keraton Surosowan. Kami pun langsung tertarik masuk dan berniat berburu beberapa foto didalamnya.

Mengutip catatan sejarahnya, Keraton ini dibangun sekitar tahun 1522 - 1526 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin. Dimana pada masa penguasa Banten berikutnya, bangunan keraton ini ditingkatkan, bahkan konon melibatkan arsitek asal Belanda, yaitu Hendrik Lucaz Cardeel, yang kemudian memeluk Islam dan bergelar Pangeran Wiraguna. Bisa dilihat,disekeliling Keraton terdapat dinding pembatas setinggi 2 meter yang mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare. Sekilas, Keraton Surowowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan Bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Sehingga pada masa jayanya Banten disebut juga dengan Kota Intan. Saat ini bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Surosowan)

Menurut saya,waktu terbaik untuk mengunjungi Keraton ini adalah pada sore hari , dikarenakan siang hari akan terasa panas sekali disini. Pekarangannya cukup luas, dan rasa-rasanya akan memakan waktu lama jika kita ingin mengeksplore tiap sudut dari reruntuhan keraton ini. Oh iya, untuk masuk ke dalam kawasan Keraton Surosowan ini tidak dipungut biaya.

Reruntuhan Keraton Surosowan

Sepintas terlihat seperti sawah

Tampak lain















D. Danau Buatan Tasikardi
Menjelang makan siang, kami merapat ke sebuah Danau buatan yang bernama "Tasikardi". Terletak di desa Margasana, kecamatan Kramatwatu, Serang. Untuk masuk ke dalam kawasan ini, dikenakan biaya sekitar Rp 10.000,-/orang (jika rombongan akan lebih murah kenanya).

Disini, terdapat berbagai aneka jajanan tradisional, seperti pecel, cimol, aneka gorengan dll dengan harga yang relatif murah, sehingga tidak perlu khawatir akan masalah perut.. ^^. Bagi kalian yang ingin menunaikan Shalat, di bagian lain kawasan terdapat Musholla. Ada juga gazebo yang disewakan dengan harga Rp 20.000,-/tempat yang bisa digunakan untuk makan atau sekedar berkumpul bersama kawan sembari berisitrahat.

Menurut saya pribadi, sebenernya tidak ada yang terlalu istimewa dengan kawasan ini, selain dengan adanya Pulau Buatan yang berada di tengah- tengah kawasan yang bisa dibilang menjadi daya tarik dari Danau Buatan Tasikardi. Bagi kalian yang suka bermain perahu bebek mengitari danau, disinipun ada.

Pulau Buatan di tengah Danau Tasikardi
Satu hal yang harus menjadi perhatian pengurus, yakni sumber air yang digunakan untuk mengambil wudhu sangatlah kurang, sehingga kami pun harus rela mengantri lama-lama di toilet.


E. Pantai Karang Bolong, Anyer
Perjalanan kami menuju Pantai Karang Bolong ditempuh dalam waktu lebih kurang 3 jam perjalanan, "apes"nya, bus kami sempat beberapa kali mogok sehingga kami pun harus mendorong hingga bus bisa berjalan normal kembali. Anggap saja olah raga sore-sore deh. -,-

Tiba di Pantai Karang Bolong, kami dikenakan biaya sebesar Rp 15.000,-/ orang untuk memasuki kawasan.

Karang Bolong, mirisnya banyak sekali sampah bertebaran
Saran dari kawan kami yang sering kesini, biasakan untuk selalu bertanya dulu sebelum membeli makanan atau minuman. Dikarenakan bisa saja pedagang "menembak harga" setelah kita selesai menyantap makanan dan minumannya.

Untuk mendapatkan view terbaik dari kawasan ini, cobalah untuk naik ke atas Karang Bolong. Jalan keatas dapat dicapai dengan menaiki anak tangga yang sudah dibuat rapi oleh pengelola.

Menuju Puncak Karang Bolong
Di bagian atas Karang Bolong dapat ditemukan gazebo besar dimana terdapat beberapa pedagang yang menjajakkan dagangannya, kita pun bisa beristirahat sembari menikmati angin sepoi-sepoi di atas sana. Tapi, sebaiknya segera melanjut saja ke sisi lainnya dimana bisa kalian temukan tangga untuk turun, karena pemandangan yang disuguhkan tidak kalah seru !!

View dari atas Karang Bolong, dimana garis Cakrawala* terlihat jelas

View Pantai di bawah Karang Bolong

View ketika sampai di bawah

Bagian lain pantai yang bisa dipakai untuk bermain air

Akhirnya, menikmati Sunsets di Pantai Karang Bolong
*garis Cakrawala : garis khayal yang seakan-akan menjadi batas langit dan bumi.

Pantai Karang Bolong di Anyer ini, merupakan destinasi terakhir kami sebelum kembali pulang ke Jakarta, namun perlu diketahui, sebenarnya masih banyak beberapa destinasi wisata seru lainnya yang belum sempat dikunjungi. Yah, harap maklum memang dikarenakan oleh adanya keterbatasan waktu.


Wisata yang tidak sempat dikunjungi :
Berikut, saya jabarkan beberapa tempat seru yang pernah saya kunjungi dan mungkin bisa menjadi pilihan seru saat kunjungan berikutnya,

F. Istana (Keraton) Kaibon
Secara letak, sebenarnya kita pasti akan melewati bekas reruntuhan istana/ keraton ini sesaat sebelum masuk menuju Keraton Surosowan ataupun Masjid Agung Banten Lama. Karena memang letaknya yang berada tepat di pinggir jalan. Hanya saja, secara bangunan, masih lebih banyak yang tersisa dan terkesan "lebih mewah" jika dibandingkan dengan keraton Surosowan, karena disini kita bisa melihat beberapa struktur dari bangunan yang masih berdiri kokoh. Bagi kalian yang hobi hunting foto, disini  banyak terdapat spot-spot seru yang sayang untuk dilewatkan. Berikut penampakannya:

Tampak depan Istana Kaibon

Puing-puing peninggalan berupa gerbang

Gerbang yang masih berdiri kokoh

Banyak spot seru untuk dijadikan tempat berfoto

Sepertinya ini merupakan gerbag utama



















Ditinjau dari namanya (Kaibon = Keibuan), keraton ini dibangun untuk ibu Sultan Syafiudin, Ratu Aisyah mengingat pada waktu itu, sebagai sultan ke 21 dari kerajaan Banten, Sultan Syaifusin masih sangat muda (masih berumur 5 tahun) untuk memegang tampuk pemerintahan. 
Keraton Kaibon ini dihancurkan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1832, bersamaan dengan Keraton Surosowan. Asal muasal penghancurannya, adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Daendels meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan). Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon (Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Kaibon)

G. Kuliner Rabeg & Sate Bebek di Alun-Alun Serang
Bagi kalian pecinta kuliner, jangan lupa untuk berkunjung ke kawasan Alun-Alun Serang yang berada di jantung kota Serang. Kawasan ini akan terasa sangat ramai di malam minggu, dikarenakan banyak muda mudi yang menghabiskan waktu bersama untuk sekedar duduk-duduk atau wisata kuliner di sekitar alun-alun. Begitu pula dengan saya saat beberapa waktu lalu kemari.

Di perjalanan saya sebelumnya, saya berkesempatan untuk mencicipi Rabeg dan Sate Bebek khas kota Serang. Jika ada yang belum tahu, Rabeg dilihat sekilas mirip dengan Soto, dan Sate Bebek disini disediakan per porsi 10 tusuk dengan bumbu istimewa. Kawan-kawan bisa memilih ingin dengan nasi atau lontong. Rasanya ? Silahkan dicoba sendiri yaa jika kesana.. He he he..

Plang Nama Rabeg Khas Serang

Rabeg Khas Serang

Sate Bebek dengan bumbu istimewa















Sekian dulu tentang cerita perjalanan saya di Serang, terima kasih sudah membaca dan sampai jumpa di perjalanan berikutnya..

Cheers...

RPR - Sang Petualang
(Bisa difollow Instagram saya jika berkenan : @rezkirusian )