Jumat, 26 Agustus 2016

Menginjakkan kaki di Atap Sulawesi, Uniknya Tana Toraja

Hai..
Setelah sekian lama tidak menulis, akhirnya saya kembali lagi.. ^^

Kali ini saya membawa kisah perjalanan yang tidak kalah seru dari sebelumnya. Destinasinya adalah Pulau Sulawesi, tepatnya Sulawesi Selatan dimana Pegunungan Latimojong dengan Puncak tertingginya Rante Mario (3.478 Mdpl) berada.

Jujur, dengan kondisi saya yang sedang tidak berpenghasilan tetap alias pekerja serabutan , butuh waktu kiranya sekitar 5 bulan untuk menabung guna mencukupi berbagai biaya perjalanan. Ditambah karena kami berencana akan menjelajah aneka wisata lain yang berada disana setelah turun dari Gunung Latimojong, sehingga perhitungan Budget pun tidak boleh meleset.

Cerita akan dibagi menjadi 2 bagian karena memang perjalanan kali ini terbilang cukup panjang. Pada bagian pertama ini saya akan berfokus pada pendakian Gunung Latimojong dan jelajah Tanah Toraja.

Mari disimak..

13 Agustus 2016
Awal Perjalanan

Tiba di Bandara Sultan Hasanuddin (Doc by Kak Titim)
Hari yang ditunggu pun tiba, sekitar pukul 07.00 WIB saya sudah berangkat menuju Terminal 1B dimana Sriwijaya Air akan mengantar kami menuju Makassar. Pagi itu, meskipun tidak berangkat dalam penerbangan yang sama , kami sudah janjian untuk bertemu sekitar pukul 12.30 WITA di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar.

Alhamdulillah, saya beserta kloter pertama sudah tiba sekitar pukul 13.05 WITA. Sembari menunggu kloter berikutnya yang apesnya terkena Delay, kami pun menghabiskan waktu dengan menunaikan sholat Zhuhur, ngopi-ngopi  sekaligus ngobrol dengan beberapa kawan kami yang sudah tiba jauh lebih dulu di Bandara (Ardy Jawir, Rudy dan Guide kami Bang Ryan).

Setelah personil lengkap, kami mulai bergerak ke bagian bawah Airport dimana Elf yang kami pesan sudah menunggu. Oiya, jangan kaget ketika tiba di bagian bawah bandara kalian akan "diserbu" berbagai macam tawaran transportasi, apalagi ketika mereka melihat jumlah orang yang banyak dan membawa Carrier pula. Ibarat kata, kami sudah seperti artis yang berjalan di tengah kerumunan para penggemar saja.. haha :D . Saran saya pintar-pintar saja menolaknya jika memang sudah ada yang jemput.

Siang itu kami dijemput oleh Daeng Yudi dari King Rental. Orangnya ramah, dan langsung membantu memasukkan berbagai macam barang kami ke dalam Elfnya. (untuk Pemesanan bisa hubungi Hp & WA di 0823 3293 3272 , PIN BB 5BE91B11, atau bisa cek harga di king-rental.com).

Setelah semua barang masuk, sekitar pukul 15.22 WITA, kami berangkat untuk memulai petulangan kami di Sulawesi Selatan!

Sembari jalan, saya pun tidak lupa meminta pada Daeng Yudi untuk mampir sebentar di Midi Market untuk membeli logistik, dan tak lupa makan siang yang dirapel ke malam karena perut kami yang sudah demo.. lapeeeeer......


A. Coto Makassar dan Masjid Raya Maros

Biarpun lapar, tapi foto tetap nomor satu.. hahahaha
Sore itu, kami mencoba Coto Makassar yang letaknya berdekatan dengan Masjid Raya Maros. Harganya pun cukup terjangkau, yakni Rp 15.000,- saja per porsi. Terdiri dari yang pakai daging saja, ataupun bisa dicampur. Berhubung sudah dekat dengan waktu Maghrib, sebelum melanjutkan perjalanan panjang menuju Baraka, kami pun menyempatkan untuk Sholat Maghrib dulu , sekalian juga berfoto-foto dengan masjid yang memiliki desain unik ini. Masjid ini sangat besar dan ruangan didalamnya pun termasuk megah.

Coto Makassar Daging
Masjid Raya Maros

B. Monumen Cinta Sejati Habibie-Ainun, Pare-Pare

Foto lengkap di depan Monumen Cinta Sejati Habibie-Ainun
Sekitar pukul 18.30 WITA, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Baraka. Dimana perjalanan akan melewati Kabupaten Maros, Pangkep, hingga melewati Pantai di Kota Pare-Pare. Di kota yang merupakan tempat kelahiran dari mantan Presiden RI ke 3, Prof.DR.Ing. BJ. Habibie ini, kami pun sempat singgah dan berfoto di depan Monumen Cinta Sejati Habibie-Ainun yang berada di dekat Alun-alun kota Pare-Pare. Saat itu waktu menunjukkan pukul 22.15 WITA.


14 Agustus 2016
Memasuki Kabupaten Enrekang, lanjut Baraka
Sekitar Pukul 01.05 WITA, kendaraan kami sudah memasuki kabupaten Enrekang, ditandai dengan jalan yang mulai menanjak dan berkelok-kelok, bahkan beberapa jalan pun ada yang longsor disalah satu sisinya. Terlihat mayoritas dari kami pun sudah terlelap dan ada beberapa juga yang meminum antimo demi menghindarkan rasa mual.

Pukul 02.00 WITA, kami memasuki arah Baraka ditandai dengan berbelok kanan di pertigaan Masjid Nurul Fatah. Namun ternyata masih jauh, butuh sekitar 8 Km untuk masuk ke dalam.


Tiba di Baraka, Tragedi Salah Rumah!
Pukul 02.34 WITA kami tiba di depan sebuah rumah lumayan besar yang awalnya saya yakini sebagai rumah Pak Dadang (pendiri KPA Lembayung ). Jujur saya tidak terlalu paham sebenarnya dimana letak rumah pak Dadang, namun berhubung guide kami juga sangat yakin bahwa itu rumahnya (info dari kawannya juga), jadilah kami yang sudah lelah ini menginap didalamnya. Kami disambut oleh seorang nenek yang sangat ramah dan langsung memberikan kami lapak untuk tidur. Esok paginya pun saya baru tahu, ini adalah rumah pak Kepala Desa. Wah..wah.. suatu kesalahan yang berbuah manis.. hahaha

Esok pagi setelah berbilas sekedarnya, saya mengajak bang Ryan untuk mencari rumah Pak Dadang, sekaligus untuk mengkonfirmasi tentang Jeep yang akan kami pakai dari Baraka menuju Dusun Karangan (Dusun terakhir sebelum mendaki ke Gunung Latimojong). Setelah bertanya kesana kemari, akhirnya ketemu juga, dan kami disambut hangat dengan segelas teh dan kue-kue oleh Pak Dadang.. Oiya, beliau inilah yang menjembatani kami pada driver Jeep (Pak Idris- 0821 941 86 773), sehingga kami tidak kesulitan  untuk mencari kendaraan menuju Karangan. Bagi yang ingin stay di Basecamp beliau dan memesan Jeep, bisa menghubunginya di 0813 5497 6976.

Fyi, Saat itu kami dikenakan harga sewa Jeep Rp 1.800.000,-/Jeep Baraka-Karangan PP, dengan muatan bisa untuk 14 orang yang dibayarkan langsung kepada pak Idris.

Sudah siap berpetualang?
Sekitar pukul 08.00 WITA, Jeep yang dipesan pun tiba. Kami pun bergegas menyelesaikan sarapan yang sudah dibeli oleh kawan kami (Dewi & Ismail) untuk kemudian siap berangkat menuju Dusun Karangan.

Tidak lupa kami laporan dulu ke Polsek Baraka bahwa akan naik menuju Gunung Latimojong sembari menuliskan detail rencana perjalanan.

Perjalanan menuju Dusun Karangan dilalui dengan jalan yang naik turun bukit, berkelok-kelok dan beberapa kali becek, ditambah lagi kami sering melewati jalan dengan jurang menganga disebelahnya sehingga kemampuan driver Jeep yang mumpuni sangat diperlukan disini. Bisa dibilang 4 jempol deh buat pak Idris !

View bukit dekat warung Kopi Mondor Enrekang
Saat Jeep berhenti sebentar di pertigaan warung jalan berbukit, saran saya coba beli kopi Mondor Enrekang, harganya hanya Rp 5.000,- per 50 gram. Jangan ditawar lagi yaa.. sudah murah banget itu. Rasa kopinya juga ajib! saya sudah coba. Karena ternyata sepanjang jalan menuju warung kita melewati perkebunan kopi. Tampaknya kopi-kopi tersebut diambil langsung dari sumbernya. Mantap!


C. Gunung Latimojong

Tiba di Dusun Karangan
Di depan rumah Kepala Dusun Karangan
Setelah menempuh perjalanan sekitar 3-4 jam lamanya (termasuk sering berhenti juga karena harus mengalah dengan kendaraan lain yang lewat), kami tiba di Dusun Karangan. Sementara yang lain bersih-bersih, repacking dan makan siang, saya sempat berkunjung sembari meminta izin ke Kepala Dusun dan setelahnya langsung mengurus izin pendakian di Pos. Untuk tiket masuk dikenakan biaya Rp 10.000,-/orang dan diberikan kartu bernomor yang harus dikembalikan saat turun nanti.


Memulai Pendakian
Ketika waktu sudah menunjukkan pukul 14.15 WITA, kami pun memulai pendakian menuju atap Sulawesi. Tak lupa juga berfoto bersama, formasi lengkap dengan keadaan muka masih "fresh"..eehehhe

Berdoa bersama dan Toss dulu biar Semangat! (doc by Lia)
Foto dulu mumpung masih "fresh".. :D
Track awal menuju Kolam dengan jembatan kecil
Track awal yang dilalui adalah menyusuri perkampungan warga, disambung dengan perkebunan . Tidak lama, jalanan akan mulai langsung menanjak dan berkelok. Hujan gerimis pun mulai turun saat kami melewati kolam dengan jembatan kecil. Ketika jalan sudah mulai melewati tebing, hati-hati karena disebelah kirinya terdapat jurang yang menganga. Akan terdapat juga curug kecil yang cukup seru untuk dijadikan spot berfoto.

Setelah melewati Curug kecil ini, jalanan pun akan berubah menjadi aspal. Tentunya tetap perlahan-lahan menanjak. Hujan sudah turun kala itu, sehingga Raincoat sudah mulai beraksi. Di dekat jalan menuju Pos 1 terdapat saung kecil, kami pun sempat beristirahat sejenak disana.

Hati-hati jurang kawan!

Pos 1 Buntu Kaciling (1 jam 20 Menit )

Pos 1 Buntu Kaciling
Sekitar Pukul 15.35 WITA, rombongan tiba di Pos 1. Ditandai dengan sebuah pohon yang berdiri tunggal (jomblo kali) dengan area yang sangat terbuka. Sangat tidak disarankan untuk camping karena angin akan sangat mudah "menyerbu". Disini pun tidak ada mata air, sehingga setelah berfoto sejenak dengan plat , kami langsung melanjut ke Pos 2. Selepas Pos 1 jalan akan mulai memasuki hutan yang rapat. Berlanjut ke berbagai tanjakan akar. Tentunya mulai curam dan licin. Jadi perhatikan baik-baik langkah kalian ya.

Uniknya, setelah melewati beberapa tanjakan, jalanan akan bergerak turun. Karena memang ternyata Pos 2 berada di lembah, sehingga setelahnya akan banyak turunan untuk mencapai kesana.


Jalur menuju Pos yang harus melipir di pinggi jurang
Pada jalur seperti yang terlihat di foto berikut ini, kami harus berjalan sembari melipir di lembah dengan kemiringan sekitar 70 derajat, dengan lebar pijakan hanya berkisar 30 cm. Tentunya dengan disebelah kami adalah jurang yang menganga sehingga kami  harus berjalan ekstra hati-hati sembari berpegangan dengan akar-akar pohon yang berada di sebelah kami. Jika kalian mendengar suara air yang semakin besar, artinya Pos 2 sudah semakin dekat.


Pos 2 Sarung Pakpak ( 2 jam  )

Cekungan batu di Pos 2
Sekitar pukul 17.36 WITA, kami tiba di Pos 2. Ditandai dengan arus curug yang cukup deras dan tumpukan batu yang membuat cekungan besar dibawahnya. Awal rencana, kami berniat untuk bermalam disini, namun apa daya karena tempat sudah penuh, jadilah kami hanya sekedar menyegarkan diri sejenak dengan air curug yang super segar dan langsung melanjutkan perjalanan menuju Pos selanjutnya. Saat itu hari sudah mulai gelap, headlamp pun beraksi. Kalau tidak salah tepat pukul 18.00 WITA kami mulai kembali jalan.



Jalur menuju Pos 3 saat malam
Untuk diperhatikan, jalur dari Pos 2 menuju Pos 3 adalah yang terberat, paling menyiksa juga, karena akan banyak melewati tanjak-tanjakan akar yang sudutnya bisa mencapai 45 derajat lebih. Jadi pastikan kalian benar-benar ekstra waspada. Sayang saat itu hari sudah malam, sehingga saya pun sudah tidak terlalu minat untuk foto-foto. Tapi adalah beberapa gambar yang bisa dijadikan gambaran jalur.

Jalur Pos 2 ke 3 saat siang (kiriman mbak Merry - Surabaya)

Pos 3 Lantang Nase (1 Jam 10 Menit)
Sekitar pukul 19.10 WITA, kami tiba di Pos 3. Di Pos ini kami beristirahat agak lama. Ada yang memasak kopi, dan ada yang memasak mie rebus guna menghangatkan badan. Berbagai cemilan pun sudah mulai dikeluarkan karena memang kami sudah mulai kembali lapar.

Pukul 20.00 WITA setelah beberes perlengkapan masak, kami kembali jalan. Jalur menuju Pos 4 masih berupa jalan yang terus menanjak, hanya saja sudah lebih "manusiawi", hanya beruapa anak tangga akar. Alhamdulillah hujan juga sudah berhenti selepas kami tiba di Pos 3.


Pos 4 Buntu Lebu (1 Jam 15 Menit)
Pukul 21.15 WITA, kami tiba di Pos 4 dan langsung mendirikan tenda sembari membagi lapak. Malam itu tidak banyak yang kami lakukan selain ngopi-ngopi sejenak dengan beberapa mahasiswa dari Makassar yang tendanya bersebelahan dengan kami. Tidak lama saya pun sudah "ngumpet" di dalam Sleeping Bag karena memang sudah sangat merasa lelah. Akhirnya bisa rebahan juga! :D

15 Agustus 2016
Pagi yang cerah

Camping Ground Pos 4
Pagi-pagi sekali saya sudah terbangun dan mendadak lapar. Jadilah saya langsung memasak air untuk membuat kopi dan masak mie guna meredam perut yang demo karena semalam tidak makan lagi.. ^^ . Tak disangka tenda sebelah yang dihuni Choky dkk juga membuat menu yang hampir sama. haha. Pagi itu setelah selesai sarapan, kami tidak berlama-lama lagi dan langsung packing, karena memang kesepakatan bersama saat itu kami ingin bermalam selanjutnya di Pos 7 sehingga lebih dekat untuk Summit Attack. Sekitar pukul 09.50 WITA, perjalanan pun berlanjut!

Jalur yang agak "rusuh"
Jalur yang kami lalui masih banyak melintasi akar-akar, tetap menanjak. Untuk di beberapa bagian jalan terdapat bonus sehingga kami bisa lebih bersantai. Sesekali ada juga jalan yang benar-benar "rusuh" karena banyaknya batang yang melintang, namun tidak banyak. Ketika sudah akan mendekati Pos 5, jalur sudah lebih terbuka, lebih landai dan semakin banyak hutan lumut. Saya dan kawan-kawan pun tidak lupa untuk mengabadikan berbagai macam foto disini.

Berfoto dengan hutan lumut sebelum Pos 5

Pos 5 Soloh Lama (1 Jam 32 Menit)

Sumber Air di Pos 5,  batunya warna warni #eh
Pukul 11.22 WITA, kami tiba di Pos 5. Merupakan lahan yang cukup datar dan luas. Tidak aneh banyak yang mendirikan tenda dan bermalam disini. Di Pos 5 ini terdapat sumber mata air yang sangat jernih, segar sekali rasanya cuci muka dan membasuh diri disana (saya sudah coba!). Tapi.. memang ga bisa dipungkiri jalur untuk mencapai mata airnya "agak seru", mirip-mirip seperti Pos 2 ke 3, tapi bedanya sembari melipir di tepi jurang (sayang saya ga mengabadikannya karena sudah fokus dengan jalur..hahaha). Disini kami memutuskan untuk beristirahat lebih lama sembari menyantap makan siang. Baru sekitar pukul 14.00 WITA kembali melanjutkan perjalanan.

Buka warung di Pos 5
Menuju Pos 6
Jalur menuju Pos 6 masih tetap menanjak (namanya juga mendaki gunung),  banyak jalur lumut, namun sedikit lebih banyak bonus. Alhamdulillah cuaca saat itu juga cerah. Tak lama bonus habis, dilanjut kembali dengan jalur berupa anak tangga akar yang seakan-akan tiada bonus (ternyata memang agak php nih jalur, udah dikasi bonus, langsung dikasi tanjakan tiada henti..hadeeeh). Ada juga beberapa jalur yang harus menggunakan tali untuk melewatinya, sehingga membuat jalan sedikit "macet" saat itu (cek di foto).

Jalur menggunakan tali

Pos 6 ( 1 Jam )

Ngasoh di Pos 6
Pukul 15.00 WITA, tepat 1 jam setelah jalan dari Pos 5, kami tiba di Pos 6. Pos ini terdiri dari lahan datar yang cukup luas, meskipun tidak seluas Pos 5. Tapi sayangnya jauh dari sumber air jika kawan-kawan memutuskan untuk camping dan bermalam disini. Jadi lebih baik lanjut saja menuju Pos selanjutnya yakni Pos 7. :D

Hanya berkisar 20 menit saja kami di Pos 6, dan langsung melanjutkan perjalanan . Hujan pun mulai turun, sedikit demi sedikit yang tadinya kami pikir hanya gerimis atau efek dari kabut.

Masih ada tanjakan-tanjakan seperti ini
Jalur Pos 6 menuju Pos 7 ini, menurut saya merupakan jalur terpanjang jika dibandingkan dengan Pos-pos sebelumnya. Selain panjang, berhubung hujan awet sudah turun, ditambah lagi kabut, membuat perjalanan jadi terasa agak berat dan membosankan. Saya yang kebetulan berada di rombongan belakang pun lebih banyak berhenti dan beristirahat sepanjang jalan. Ternyata, tanjakan-tanjakan ekstrim masih menanti kami di depan sana. Benar-benar "gurih" nih jalur!

Ketika jalur sudah semakin sedikit demi sedikit terbuka (mengingatkan saya pada jalur pendakian Gunung Gede via Putri), artinya kami sudah semakin dekat dengan Pos 7.

Cekrek dulu aaah biar pada semangat!

Pos 7 Kolong Batu (2 Jam 32 Menit, termasuk banyak istirahat karena hujan)
Sekitar pukul 17.52 WITA, saya tiba di Pos 7. Saat itu hujan masih awet dan udara pun semakin dingin. Ditambah hari sudah akan gelap sebentar lagi. Saat itu saya sangat berharap langsung menemukan tenda kami dan ingin segera beristirahat di dalamnya. Jujur saya sudah menggigil parah, ditambah jas hujan saya sobek (mantap beneeeer!). Tapi apadaya,  info dari Ardy Jawir yang menunggu kami disana bahwa kawan-kawan sudah bergerak lagi ke atas untuk camping di dekat Telaga (Pos 8). Ketika saya melihat di sekeliling, di Pos 7 ini memang sudah tidak ada lagi lapak yang sekiranya nyaman untuk bermalam.

Di dekat Telaga yang "mengering"
Saat itu saya memutuskan untuk menghangatkan badan sejenak dengan numpang berteduh di tenda pendaki lain sebelum kembali melanjutkan perjalanan yang sebenarnya hanya tinggal sedikit lagi . Setelah siap, saya langsung tancap gas. Ternyata oh ternyata jalur belum juga "melunak", justru antara Pos 7 ke 8 ini terdapat jalur dimana kita harus dan tidak mungkin tidak dibantu oleh kawan yang berada di atas. Alhamdulillah saat itu salah seorang kawan kami (Anhar) kembali dan membantu kami naik ke atas. Perjalanan semakin gelap dan saya hanya ingin buru-buru sampai di Camp untuk segera menghangatkan badan yang sudah terasa over capek ini. Dan ketika telaga sudah terlihat (saat itu kering), kami ambil belok kanan dan tinggal berjalan sedikit lagi untuk mencapai tenda. Fyi jika belok kiri adalah arah menuju puncak Rante Mario. Makasi banget buat Anhar dan Bang Ryan yang mau kembali untuk memback-up para barisan belakang ini, juga buat Ardy Jawir & Choky yang aplusan nunggu kami di Pos 7. Semoga Allah balas segala bantuan kalian ya.. Aamin! :)


Pos 8 Telaga ( 22 menit )

Team Dapur Umum, kalian luar biasa!
Setiba di Tenda, sekitar 18.22 WITA, saya langsung ganti baju, mengenakan jaket dan berusaha untuk kembali menormalkan suhu badan dengan menenggak minuman hangat yang sudah dibuatkan oleh kawan-kawan. Asli , Makasi banget!

Team Dapur yang hampir semuanya "para cewek perkasa ini" ditambah dengan Mail langsung beraksi memasak aneka macam makanan. Termasuk membuat bakwan sebagai cemilan "pengganjal" kami malam itu. Hmm yummy! Setelah makanan siap, makan malam bersama pun digelar.

Tidak banyak yang kami lakukan setelahnya selain langsung mengambil posisi masing-masing di dalam tenda dan berusaha untuk tidur.


16 Agustus 2016
Menggigil bro!!
Benar saja, udara malam itu terasa sangat dingin dan membuat SB serta jaket saya seakan-akan tiada artinya. Bisa dibilang saya sukses menggigil malam itu dan sulit tidur pastinya. Saya sempat lihat di thermometer milik bang Ryan, suhu dini hari saat itu tembus sekitar 10 derajat Celcius.
Pantas saja.... Brrrrrrrrr.....  -,-"


Summit Attack menuju 3.478 Mdpl !

Jalan menuju 3.478 mdpl
Setelah melewati malam yang penuh menggigil disko, pagi sekitar pukul 05.00 WITA saya sudah terbangun. Tentunya tidak langsung keluar tenda karena harus membiasakan diri dulu perlahan-lahan. Barulah sekitar pukul 05.30 WITA saya keluar sembari keliling ke tenda yang lain. Rencananya kami memang ingin Summit Attack bareng pagi itu, tapi apa daya beberapa dari kami mungkin terlalu lelah sehingga memutuskan untuk menyusul saja.

Jalur menuju Puncak ternyata lebih landai dan lebih bersahabat dibanding jalur menuju Pos-pos sebelumnya. Sehingga saya yang kebetulan hanya mengenakan sandal jepit untuk menuju Puncak pun terbilang aman (sepatu saya basah soalnya.. hiks -,-" ). Enaknya, di sepanjang jalur menuju puncak ini kita dimanjakan dengan pemandangan yang indah. Salah satunya adalah dengan lautan awan yang saya dapat berikut ini. Lebih kurang mirip-mirip seperti lautan awan yang biasa terlihat di Gunung Gede via Putri.

View lautan awan
Indahnya lautan awan bersama munculnya sang mentari

Bukit-bukit menuju Puncak Rante Mario
Meskipun landai, ternyata banyak juga bukit dengan kontur naik dan turun yang harus dilalui untuk mencapai Puncak Rante Mario. Umumnya jalanan didominasi dengan bebatuan keras sehingga kami lebih mudah untuk berpijak, tapi di beberapa area ketika sedikit masuk hutan ada juga beberapa jalan yang becek lumpur.



Puncak Rante Mario, 3478 MDPL ! (40 Menit)

di atas Tugu Puncak Rante Mario 3.478 Mdpl
Alhamdulillah, sekitar pukul 06.40 WITA, Kami bisa berdiri di atap tertinggi Pulau Sulawesi. Ya, Puncak Rante Mario dengan ketinggian 3.478 Mdpl. Bagi saya pribadi, merupakan suatu perjuangan tersendiri untuk bisa berdiri diatasnya. Belum lagi jika mengingat perjalanan yang harus kami tempuh dari Jakarta untuk menuju kemari. Alhamdulillah semuanya terbayar sudah ketika kami bisa berdiri di atas sini. Ritual yang pertama saya lakukan saat melihat tugu tersebut adalah langsung mencium dan memeluknya. Luar biasa!

Satu persatu, kawan-kawan kami pun berdatangan dan semuanya tiba di Rante Mario tanpa kecuali. Berikut adalah foto-foto yang saya rangkum selama di atas sana. Cekidot!

Lautan awan yang berbaris di sisi lain Puncak

Arah sebaliknya dimana sang mentari muncul
Akhirnya, pose lengkap ber-14. Mantap!
Setelah puas berfoto dengan berbagai macam gaya dan atribut, satu persatu kami mulai kembali turun menuju Pos Telaga dimana kami Camping. Rencananya, kami berharap malam ini sudah tiba di Dusun Karangan, untuk selanjutnya naik Jeep menuju Rumah Pak Dadang di Baraka. Berhubung besok pagi juga sudah berencana untuk mengunjungi Tana Toraja dengan menggunakan Elf yang kemarin (Daeng Yudi).

Oleh karena itu, kami yang sudah tiba duluan di tempat Camp pun langsung mencicil beres-beres, ada yang membuat sarapan, ada juga yang membongkar tenda dan sekedar membersihkan area kami camp agar tidak meninggalkan sampah. Sehingga setelah semua personil lengkap, kami pun siap untuk bergerak turun.


Akhir Petualangan di Gunung Latimojong
Perlahan tapi pasti, perjalanan turun dilalui dengan mantap. Bahkan tidak terasa kami sudah tiba di Pos 5 kembali. Disini, bersamaan dengan turunnya kembali hujan, kami kembali beristirahat sembari makan siang yang dirapel dengan makan malam.

Perjalanan turun dari Pos 5 ke bawah membuat kami harus lebih berhati-hati, karena selain menahan beban badan kami sendiri, kami juga harus pintar-pintar mencari pegangan dan pijakan agar tidak tergelincir ataupun terpleset. Utamanya harus berhati-hati dari Pos 3 ke Pos 2, karena disanalah jalur yang paling "menyiksa".

Tiba di Pos 2, hari sudah gelap, kami pun kembali mengeluarkan Headlamp sebagai penerangan kami untuk melewati jalur-jalur yang berubah menjadi sedikit menanjak dan meilipir di tepi jurang. Beberapa kawan kami ada yang cidera kaki sehingga tidak bisa berjalan dengan baik menuju Pos 1. Tiba kembali di Pos 1 saat sinyal sudah ada, saya berusaha mengontak Pak Idris (driver Jeep) bahwa kami akan terlambat sampai di bawah, dan rupanya menurut info dari Bapak yang baru naik, ternyata Pak Idris sudah stand by di Karangan dari menjelang Maghrib. Alhamdulillah, saya sempat khawatir dia sudah keburu pergi lagi tadi.

Meskipun untuk tiba di Basecamp Karangan harus terpisah menjadi dua bagian, Alhamdulillah sekitar pukul 23.15 WITA kami semua sudah lengkap berada di Rumah Kepala Dusun Karangan. Setelah beristirahat sejenak sembari menyantap mie rebus dan teh hangat yang dibuatkan oleh Pak Kepala Dusun, kami segera pamit dan menaiki Jeep yang sudah menunggu .

Dengan nyalanya mesin dan bergeraknya Jeep keluar dari Dusun Karangan, itulah yang menjadi tanda bahwa petualangan kami di Gunung Latimojong sudah berakhir. Terima kasih Gunung Latimojong! Semoga bisa bertemu kembali di lain waktu! :D


17 Agustus 2016
Rumah Pak Dadang, Basecamp KPA Lembayung
Dini hari itu, berhubung tidak ada kendaraan lain yang menghadang (truk yang harus jalan secara bergantian), kami tiba dengan cepat di depan rumah Pak Dadang. Namun karena Basecamp di sebelah rumahnya sudah penuh diisi pendaki, jadilah kami ditempatkan di rumah saudaranya yang berada tepat disebelahnya. Barang-barang segera diturunkan dan Pak Idris pun pamit karena esok pagi dia harus kembali lagi kemari guna mengantar pendaki lain ke Karangan.

Maka setelah masing-masing sudah mendapat lapak, kami pun tidur dan mengisirahatkan badan kami yang memang sudah sangat lelah.

Di depan Basecamp KPA Lembayung (doc by Anhar)
Di Pagi hari yang cerah sekitar pukul 05.30 WITA, saya sudah terbangun dan langsung "mencuri start" untuk mandi. Aaaah rasanya segar sekali bisa mandi setelah sekian lama tidak mandi. ^^. Dan benar saja, tidak lama setelah saya selesai , kawan-kawan yang sudah bangun pun langsung mengantri giliran mandi.

Maklum, di rumah saudara Pak Dadang ini kamar mandinya hanya satu .hehehehe

Sembari menunggu kawan-kawan siap beberes, saya pun berkunjung ke rumah Pak Dadang, untuk menginfokan bahwa kami semua sudah turun, pamit bahwa kami akan langsung menuju Tana Toraja pagi ini, dan tidak lupa memasang stiker komunitas. :D

stiker Backpacker Jakarta #01 & Langkah Para Petualang :D
Sekitar pukul 08.00 WITA, Daeng Yudi beserta Elfnya sudah tiba, namun kami menyelesaikan sarapan dulu yang sudah dibelikan oleh Dewi & Mail (Makasi banyak yaa!) dan baru benar-benar berangkat menuju Tana Toraja pukul 09.00 WITA.

Untuk menuju Tana Toraja, info dari kawan yang sudah pernah kesana (Kak Gemi), dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam untuk mencapai gerbangnya. Berhubung Tana Toraja itu luas, kami rencana hanya akan berkunjung ke Kete'Kesu dan Lemo saja .


D. Tana Toraja
Setelah melewati perjalanan sekitar 1,5 Jam, kami tiba di depan gerbang masuk Kabupaten Tanah Toraja, ditandai dengan gerbang besar dengan rumah adat Tongkonan diatasnya. Cuaca saat itu cukup panas, terik sekali. Oh iya, hati-hati jika ingin pose beramai-ramai seperti dibawah ini ya, lihat-lihat kanan kiri, karena sebenarnya tempat kami pose ini adalah jalan raya! :D

Selamat Datang di Kabupaten Tana Toraja!
Kete'Kesu

Anjungan utama Kete'Kesu, deretan rumah Tongkonan
Sekitar 12.29 WITA, kami tiba di Kete'Kesu. Merupakan destinasi pertama yang kami kunjungi di Tana Toraja. Jika tidak sempat berkunjung ke semua wisata yang ada di Tana Toraja, saya rasa dengan berkunjung kesini sudah bisa mewakili semuanya. Ketika masuk , di bagian depan dekat parkiran sudah berjajar aneka macam toko souvenir yang sangat sayang jika kalian tidak membeli apa-apa disini. Saya pribadi membeli beberapa gelang dan gantungan kunci, baik untuk dipakai sendiri atau sebagai oleh-oleh. Bagi yang suka tas etnik, serta kain, disini banyak tersedia. Harga pun terjangkau.

Fyi, HTM Kete'Kesu ini dikenakan Rp 10.000,-/orang. Suasana saat itu termasuk ramai, dikarenakan memang sedang ada acara Toraja International Festival 2016, bahkan Glenn Fredly dijadwalkan akan manggung malamnya.

Anjungan utama Kete'Kesu ini berupa barisan rumah adat tongkonan, dimana bisa dilihat diujungnya sudah didirikan panggung untuk acara festival tersebut. Di beberapa rumah adat, terutama yang paling dekat dengan jalan masuk, terdapat tanduk kerbau dalam jumlah banyak yang disusun tinggi. Menurut info dari orang-orang tersebut ini menggambarkan tentang status sosial.

Pintu masuk menuju kompleks Kuburan
Beranjak sedikit ke arah kiri, kita akan menuju kompleks Kuburan . Apa?? kuburan??? Iya benar, di Kete'Kesu ini terdapat kuburan keramat dan unik. Dimana berbagai tulang belulang manusia dikumpulkan di dalam beberapa peti dengan beragam bentuk, yang salah satunya saya lihat adalah Kerbau, kemudian digantung di dinding batu. Yang lagi-lagi tinggi rendahnya tergantung dari status sosial mereka saat hidup. Kira-kira seperti inilah penampakan kuburan yang ada di Kete'Kesu, semoga kalian tidak takut saat melihatnya atau saat berkunjung kesana ya..

Peti yang berukuran agak besar

Tulang belulang di dalam peti
Peti berbentuk kerbau

Say cheese!
Jika berjalan terus menaiki tangga hingga ke ujung, kalian akan temui sebuah Goa yang bisa dimasuki. Biasanya  harus sewa senter untuk masuk ke dalam, namun berhubung kami semua memegang Hape, jadinya kami hanya membayar uang sukarela saja untuk masuk kedalamnya. Didalamnya tidak berbeda jauh seperti di luar tadi, tidak akan jauh dari peti mati, tulang belulang, dan tengkorak. Cekidot!

Tengkorak dan tulang belulang dijejer
Peti mati yang sudah cukup usang

Setelah menjelajah area kuburan, ketika arah balik menuju bagian depan kalian akan temui sepanjang jalan toko-toko yang menjual aneka souvenir dan kerajinan tangan (lebih kurang seperti yang di depan parkiran tadi,hanya saja lebih banyak). Bagi kalian pecinta kopi, saran saya jangan lupa beli Kopi Toraja Arabica yang dijual disini. Harganya cukup terjangkau. Hanya dibandrol Rp 35.000,- saja per 200 gram nya.


Lemo

Lemo
Setelah selesai makan siang di Kete'Kesu, tujuan selanjutnya adalah Lemo. Berjarak kurang lebih 15-20 menit dari Kete'Kesu. Sekitar pukul 15.50 WITA kami sudah tiba. Wisata Lemo juga menyajikan berbagai macam kuburan unik para tetua adat. Bedanya dengan Kete'Kesu, kuburan disini ditaruh di dalam lubang yang berada di dinding-dinding dengan ketinggian tertentu (lagi-lagi sepertinya disesuaikan dengan status sosial mereka).

Info dari Bapak Guide yang kebetulan sedang memandu turis asing saat itu, di dalam 1 lubang ternyata bisa menampung untuk kuburan sekeluarga (wah, ternyata cukup besar juga yaa ukuran lubangnya). Di bagian depan sebagai penutup biasanya akan dibuatkan pintu seperti bilik.

Selain lubang di dinding yang berisi peti mati, dibagian bawah dinding-dinding batu tersebut bisa ditemui berbagai macam boneka yang ukurannya hampir menyerupai manusia. Kalau tidak salah sebelum kalian memasuki ke area saya berada seperti di foto terdapat beberapa toko tempat pembuatan bonekanya (hati-hati tertukar dengan manusia asli ! haha). Melihat boneka-boneka tersebut mengingatkan saya pada Boneka Si Gale-Gale yang ada di Pulau Tomok, Sumatera Utara. Hanya saja kalau disini namanya Tao-Tao.

Di bagian depan dekat parkiran juga dijual aneka macam souvenir yang seru untuk kalian beli. termasuk juga aneka macam kopi.

Fyi, HTM di Lemo dikenakan Rp 10.000,-/orang.
Bagian lain dari Lemo
Wisata Lemo ini sekaligus mengakhiri jelajah Sulawesi Selatan part 1 kami, dimana  kami langsung menempuh perjalanan menuju Bandara Sultan Hasanuddin Makassar untuk sekedar bermalam (ngemper) sekaligus mengantar 3 orang kawan kami yang pulang duluan di tgl 18 Agustus 2016.

Berikut Rincian Pengeluaran Untuk Gunung Latimojong + Tana Toraja (13 orang + 1 Guide)

-Sewa Jeep (Baraka - Karangan PP) : Rp 1.800.000,-
-HTM Gunung Latimojong @10.0000 : Rp 140.000,-
-Sewa ELF PP Bandara - Baraka - Tana Toraja - Bandara : Rp 2.900.000,-
-Overtime ELF : Rp 200.000,-
-Belanja Logistik (jatah 14 orang) : Rp 500.000,-
-Biaya Guide (tidak baku) : Rp 500.000,-
-Makan siang Coto Makassar otw Baraka : Rp 300.000,- (sekitar 15.000/porsi)
-Donasi Rumah pak Kades : Rp 200.000,-
-Sarapan di Baraka sebelum naik : Rp 120.000,-
-Beli beras + tahu untuk tambahan logistik : Rp 27.000,-
-Beli Makan siang dan jeruk untuk di Karangan : Rp 316.000,-
-Makan malam di rumah Pak Kepala Dusun (setelah turun) : Rp 200.000,-
-Donasi Basecamp tetangga Pak Dadang : Rp 200.000,-
-Sarapan dan Air mineral sebelum ke Tana Toraja : Rp 173.000,-
-Tips Pak Idris (driver Jeep) : Rp 50.000,-
-HTM Tana Toraja @10.0000 : Rp 140.000,-
-Makan siang di Tana Toraja : Rp 310.000,- (Gado-Gado + Ayam Penyet)
-Air mineral Driver Elf : Rp 10.000,-
-HTM Lemo @10.000 : Rp 120.000,- (nego)
-Makan malam otw Makassar : Rp 415.000,-
-Sarapan pagi di Bandara (K*C) : Rp 489.000,-
------------------------------------------------------------------------------------+
Total : Rp 9.110.000,- /13 orang

per orang : Rp 700.767,230 ----- dibulatkan Rp 700.770,-/orang *


*Tidak termasuk :
- Ongkos Rumah masing-masing ke Bandara PP
- Tiket Pesawat PP
- Jajan Pribadi
- Oleh-oleh

Akhir kata, semoga informasi yang ada dapat bermanfaat bagi siapapun yang ingin berkunjung ke Gunung Latimojong dan Tana Toraja. Nantikan cerita saya selanjutnya tentang Taman Wisata Alam Bantimurung, Rammang-Rammang, Kampung Berua, Pantai Losari, Tanjung Bira dll nya di part selanjutnya.


Cheers,
RPR - Sang Petualang
(Silahkan di-follow IG saya jika berkenan : @rezkirusian)