Kamis, 25 Oktober 2018

Ora Beach, Keindahan Surga ala Maluku

3 Mei 2018

Memulai perjalanan ke Ora Beach

Setelah bersusah payah mendaki Gunung Binaiya selama lebih kurang 4 hari 3 malam lamanya, sekarang kami akan bersantai di Pantai Ora yang pastinya sudah sangat melegenda di telinga para Penjelajah.

Di Pagi hari yang cerah, kami terbangun di rumah Bang Moge (driver kami selama di Pulau Seram) dan langsung disuguhi aneka sarapan oleh istrinya dan pastinya segelas Kopi yang menjadi Mood Booster di pagi hari itu. Wiiiih makasi banyak Mama untuk sarapan, kopi dan keramah tamahannya.. :D

Lanjut! Setelah semalam di rumah Bapak Raja kami sempat bingung akan transportasi menuju Ora Beach (Asli kalian nanggung banget kalau ke Binaiya ga mampir ke Pantai yang satu ini, apalagi masih berada dalam 1 pulau yang sama), ternyata Bang Moge bisa antar kami kesana, jadilah beliau menjadi Driver merangkap Guide kami selama di Ora. Hahahha

Sangat disayangkan Bang Ricky tidak bisa ikut ke Ora dikarenakan harus buru-buru balik ke Ambon. Makasi banyak Bang! Semoga bisa jumpa lagi di lain waktu.. :D


Belanja Logistik

Info dari Bang Moge, kemungkinan untuk biaya makan di Ora akan mahal, sehingga kami yang memang memiliki kantong super pas-pas an ini berencana memasak selama disana, dan mungkin hanya makan malam saja yang sifatnya prasmanan dari pihak Homestay. Berkat koneksi dari Bang Moge juga, kami mendapat Homestay dengan tarif Rp 300.000,-/malam di Negeri Saleman yang bisa dipakai untuk 4 orang. Horeeee....

Jadilah sebelum menuju Ora, kami berbelanja aneka logistik di supermarket Masohi, baru pukul 08.15 WIT berangkat menuju Negeri Saleman. 


Menuju Negeri Saleman

Jalan menuju Desa Saleman
Negeri Saleman sendiri merupakan salah 1 desa terdekat sebagai akses masuk menuju Pantai Ora. Dikarenakan memang untuk menuju Pantai Ora tidak ada akses jalan darat masuknya selain harus menaiki Boat dari desa-desa terdekatnya.

Menuju Negeri Saleman kalian akan menemui jalan berbukit-bukit. Jalan sudah sangat rapi diaspal dan hampir tidak ada kendaraan umum yang lewat. Dan setelah menempuh selama lebih kurang 2,5 Jam lamanya, tibalah kami di depan Homestay Negeri Saleman.

Dermaga Negeri Saleman
Mentari saat itu sudah terasa sangat terik, dan saatnya kacamata hitam kalian untuk beraksi ^^.

Berhubung sudah menjelang makan siang, kami berencana untuk mengisi perut terlebih dahulu sebelum memulai petualangan di Pantai Ora. Baiknya sebelum berangkat kalian juga langsung Nego tarif Boat yang bisa dipakai seharian selama keliling Ora. Kami dapat harga Rp 500.000,-/Boat dari penawaran pertama sebesar Rp 700.000,-.

Jangan lupa juga minta langsung disiapkan makan malam oleh pemilik Homestay sebelum berangkat, supaya setibanya kalian kembali ke Homestay makanan sudah siap. Untuk tarif makan prasmanan dikenakan Rp 50.000,-/orang


Nah, penjelajahan pun dimulai!
Umumnya, kawasan Pantai Ora ini dapat habis dijelajahi dalam seharian saja, tapi tidak termasuk ke Pulau Tujuh dan Bukit Roulessy


A. Goa Laut 

Goa laut yang berada di tebing Karst (Doc by Kamera Elfrida)
Pertama kita akan menuju Goa Laut, dimana dari dekat kita akan melihat pintu masuk menuju Goa yang ada di laut. Tapi sayang untuk kemari harus berenang ke dalamnya, karena memang menurut info, ada ruang yang bisa dimasuki didalamnya. Jadilah kami hanya cukup berfoto saja di luarnya.

Nah, bergeser sedikit, kita akan menuju Tebing batu dimana menjadi favorit saya dan kawan-kawan berfoto selama disana.


B.Tebing Batu 

Tebing Batu
Lokasi yang satu ini ditandai dengan adanya Shelter yang bisa dipakai untuk beristirahat sembari ngopi-ngopi ganteng. ^^ Airnya bening, berwarna hijau tozca, cukup dangkal dan merupakan lokasi favorit bagi para wisatawan untuk Snorkling. Jangan pernah sia-siakan untuk mencari Angle-angle terbaik berfoto disini. Karena selain sudah jauh-jauh kemari, belum tau kapan kita bisa kembali lagi kesini. Ehehehehe

Namun sayang, sedikit vandalisme mengotori keindahan tebing-tebing batu karst ini. -,-"

Nah ini beberapa foto saat kami disana..




Lihat kawan saya yang sudah siap nyari Angle.. hahaha

Kapal yang lewat ga sengaja menambah keindahan foto

Tebing Batu dilihat dari jauh



C. Ora Beach Resort

Ora Beach Resort
Berikutnya, kami akan mengunjungi pantai ikonik yang bisa disebut sebagai serpihan surga di tanah Maluku, yakni Ora Beach Resort!

Siapa yang tinggal tau Ora Beach ? Dengan mengetik melalui mbah Gugel saja saya yakin akan langsung bermunculan foto-foto keindahan alam eksoktik berbentuk Kamar-kamar terapung dengan pemandangan langsung menghadap ke pantai yang bisa bikin ngiler mendadak.

Dan Alhamdulillah kami diberi kesempatan untuk melihat dan berkunjung langsung ke tempat tersebut. Seperti foto di sebelah ini, saya rasa hasil jepretan terbaik saya selama disana, bahkan membuat saya belum bisa Move -On dari segala keindahan yang ada. Saya pribadi agak "ngarep" suatu saat bisa mengajak istri dan berbulan madu kemari.. Aamiin Ya Allah.. :D

Untuk masuk dan berfoto ria di Ora Beach in dikenakan biaya sebesar Rp 25.000,-/orang, dan bagi kalian yang ingin sewa Fin untuk Snorkling, bisa didapat juga di lobi hotel dengan tarif Rp 50.000,-/sepasang Fin.

Suasana di Ora Beach Resort saat itu sedang ramai dikarenakan juga sedang ada Shooting Film, jadilah kami menghabiskan waktu disana berfoto sepuasnya, Snorkling,dan duduk sembari menunggu moment matahari terbenam.

Gradasi warna yang indah

Berfoto di depan Resort (doc by Kamera Elfrida)
 
Berasa di pantai ga sih? (Doc by Kamera Elfrida)


  













D. Air Belanda

Sebelum menjelang Matahari terbenam, kami juga menyempatkan bersandar ke Air Belanda untuk menikmati suasana disana (Lah jadi kalian bolak balik dong? Iyalah, namanya juga belum bisa Move on..hahahaha). Dikenakan biaya Rp 20.000,-/kapal untuk bersandar disini.

Air Belanda ini bisa dibilang seperti sungai yang bermuara ke laut. Tapi yang agak ajaib, kalau kawan-kawan melintas seperti di foto sebelah ini, air terasa sangat dingin, jika dibandingkan dengan air laut yang agak hangat.

Mata Air Belanda
Jika memiliki lebih banyak waktu, silahkan saja jika ingin trackking sedikit dan benar-benar menemukan mata air Belanda yang dulu digunakan oleh para pasukan Belanda untuk mandi pada jaman penjajahan.

Oiya, disini juga terdapat warung-warung kopi dan juga losmen yang bisa disewakan bagi siapa pun yang ingin bermalam.


Petunjuk Wisata di sekitar Ora Beach

Seperti cerita saya saat di Ora Beach Resort, setelah dari Air Belanda ini kami kembali ke Ora Beach untuk menghabiskan waktu sembari menunggu Matahari terbenam. Dan setelah matahari terbenam itulah bisa dibilang akhir petualangan kami di Ora Beach dan sekaligus selama di Pulau Seram.

Kami langsung kembali ke Homestay, menyantap makan malam, dan segera beristirahat karena esok harus bangun pagi-pagi sekali demi mengejar kapal cepat ke Ambon yakni pukul 08.00 WIT.

Berfoto bersama Bang Moge sebelum naik kapal cepat

Rincian pengeluaran (Team) :
- Belanja Logistik sebelum ke Ora : Rp 121.000,-
- Minum Driver : Rp 13.000,-
- Masuk Ora Beach 4 x 25.000 : Rp 100.000,-
- Sewa 2 Fin 2 x 50.000 : Rp 100.000,-
- Biaya sandar Mata Air Belanda : Rp 20.000,-
- Sewa Boat selama di Ora : Rp 500.000,-
- Transportasi Masohi - Negeri Saleman PP : Rp 1.200.000,-
- Sewa Homestay : Rp 300.000,-
- Makan malam 5 x 50.000 : Rp 250.000,-
- Tiket Kapal Cepat menuju Ambon 4 x 115.000 : Rp 460.000,-
-------------------------------------------------------------------------- +
Total : Rp 3.064.000 , dibagi 5 : Rp 612.800/0rang*


 *Biaya tersebut tidak termasuk biaya jajan pribadi


Kontak Driver :
Bang Moge : 0813 434 338 35 / @toisutamoken


Maka selesailah Part kedua ini dari rangkaian perjalanan saya dkk selama di tanah Maluku, nantikan part selanjutnya tentang Explore dan City Tour Ambon. Semoga informasi yang ada dapat bermanfaat.
Aamiin!


Salam,
RPR - Sang Petualang
(silahkan difollow IG saya jika berkenan : @rezkirusian)

Petualangan belum berakhir kawan! hahahaha

Selasa, 23 Oktober 2018

Binaiya, di-BINA dan di-Aniaya

Halo, setelah sekian lama tidak menulis, akhirnya saya bisa kembali lagi. Dan kali ini saya akan cerita tentang perjalanan saya bersama beberapa kawan tentang bagian Timur Indonesia. Tepatnya, Gunung Binaiya di Pulau Seram, Maluku.

Bagi yang belum tahu , Gunung Binaiya yang memiliki ketinggian 3.027 MDPL  ini masuk dalam jajaran gunung Seven Summits Indonesia. Meskipun tingginya tidak seberapa jika dibanding dengan Gunung-gunung di Pulau Jawa, dan sangat pendek sekali jika dibandingkan dengan Kerinci dan Rinjani, tapi tingkat kesulitan yang dimiliki gunung ini tidak bisa dianggap remeh.

Selain aksesnya yang jauh dan harus menggunakan berbagai macam moda transportasi mulai dari Pesawat, Mobil, Kapal Express, bahkan dulu sampai memakai Getek, medan yang dilewati juga cukup sadis, karena harus menaiki dan menuruni sekitar 9 Perbukitan. Kebayang kan semantap apa jalurnya? Nah mari langsung disimak.


27 April 2018 

Berangkat!
Dengan menaiki Bus Damri dengan tiket Rp 35.000,-/orang yang ada di Pondok Indal Mall 2, yang mana tidak jauh dari rumah, saya bertolak menuju Bandara Soekarno Hatta. Cukup macet sore itu sehingga membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk masuk ke jalan Tol. Sesampai di bandara saya memutuskan untuk mengisi "bahan bakar" dulu di salah 1 restoran cepat saji sembari menunggu kedatangan 3 orang kawan saya. Tepat pukul 22.45 WIB,  kami lepas landas menuju Bandara Sultan Hasanuddin Makassar dimana kami akan singgah terlebih dahulu.


28 April 2018

Tiba di Ambon!
Wefie pertama kami di Ambon
Setelah sebelumnya singgah di Makassar dan menunggu hampir 1,5 jam untuk penerbangan selanjutnya ke Ambon, Alhamdulillah pukul 05.50 WIT kami tiba di Bandara Pattimura, Ambon. Saat tiba di Bandara kami harus menunggu agak lama dikarenakan Guide kami "kesiangan". Hahaha..

Sekitar pukul 07.15 WIT, kami dijemput oleh Bang Alief yang seharusnya menjadi Guide kami, namun karena 1 dan lain hal beliau berhalangan dan kemudian menyerahkan tugasnya pada Bang Ricky. Berhubung Bang Ricky sudah bersama kami juga saat itu, jadi kami langsung bertolak ke Pelabuhan Tulehu dengan mobil sewaaan yang sudah dipesan. Kira-kira membutuhkan waktu 45 menit untuk mencapai Pelabuhan.


Pelabuhan Tulehu

Suasana di depan Pelabuhan Tulehu
Pukul 08.15 WIT kami sudah tiba di Pelabuhan Tulehu, dan langsung bergegas membeli tiket Kapal Express Cantika seharga Rp 115.000,-/orang di loket yang sudah tersedia. Berhubung Kapal baru akan berangkat pukul 09.00 WIT, maka kami menyempatkan dulu untuk sarapan di sekitar Pelabuhan sembari berfoto-foto. Jangan lupa, biasakan untuk terlebih dahulu menanyakan harga sebelum memesan makanan/minuman ya. 

Siap menyeberang!

Maafkan muka kami yang super lecek!
Suasana di dalam Kapal pagi itu cukup ramai, berhubung kami juga menyeberang di hari Sabtu. Tapi jangan khawatir karena ruangan sudah dilengkapi dengan AC dan ada nomor tempat duduk. Jadi tidak akan rebutan. Di dalam Kapal banyak juga pedagang yang mondar mandir berjualan, sehingga tidak perlu takut kelaparan. Oiya, karcis jangan sampai hilang, karena akan ada pemeriksaan nanti.

Sekitar pukul 11.51 WIT kami merapat ke Pelabuhan Amahai dan sudah ditunggu oleh Bang Moge, si Abang baik hati dengan  mobil kuningnya yang terkenal seantero Seram. ahahahah (Silahkan kontak beliau di 0813 4343 3835 untuk Wa/Telp). Hal yang pertama kami lakukan adalah menuju Balai Taman Nasional Manusela untuk mengurus simaksi ke bang William. (Oiya, pastikan kalian sudah mengurus simaksi melalui Guide setidaknya 1 Bulan sebelum ya, supaya Guide juga bisa bersiap dan membantu pengurusan ke Balai ).


Balai Taman Nasional Manusela

Berfoto bersama Bang William di depan gedung Balai
Di Balai Taman Nasional Manusela, kami disambut oleh Bang William, yang mana saya juga sudah kontak dengan beliau beberapa bulan sebelumnya. Penting! Jangan lupa siapkan Hardcopy dari Foto Copy KTP, Surat Keterangan Sehat, dan Materai 6.000 untuk kelancaran pengurunsan Simaksi . Oiya, bagi yang ingin menunaikan Sholat atau pun sekedar bersih-bersih, bisa langsung ke lantai 2 ya. Untuk Biaya Total Simaksi, kami ber-5 dikenakan Rp 575.000,-/team yang mana rinciannya akan saya jabarkan nanti di bawah. Dengan maksimal waktu pendakian disebut untuk 6 hari 5 malam.

Jangan pernah coba-coba nanjak Binaiya tanpa memegang Simaksi ya, atau kalian bisa disuruh kembali lagi ke Balai meskipun sudah tiba di Piliana sekalipun. Nantinya, beberapa Surat yang diberikan oleh Bang William akan diberikan ke beberapa tempat seperti Resort Balai Taman Nasional Manusela di desa Yaputih, dan terakhir sebagai pengantar ke Bapak Raja di desa Piliana.

Kemudian, perjalanan dilanjut dengan mampir ke pasar untuk membeli aneka logistik dan makan siang bersama sebelum menuju Desa Piliana.


Kolam Jodoh NiniFala
Perjalanan menuju Desa Piliana ditempuh dengan melewati jalan pesisir pantai yang berkelok kelok dan sesekali saya perhatikan, Bang Moge hampir selalu  menyapa pengendara yang berpapasan dengan kami, secara tidak langsung menunjukkan betapa beliau sudah cukup dikenal dan "ahli" di daerah ini..Terpercaya lah pokoknya. Hehehehe

Kolam Jodoh Nini Fala (model by Elfrida)
Berhubung hari masih sore, kami menyempatkan untuk mampir ke Kolam Jodoh NiniFala, yang mana terletak tidak jauh sebelum mencapai desa Piliana. Tidak ada biaya masuk saat kami kesana, mungkin karena memang sudah terlalu sore. Akses untuk ke bawah agak licin, jadi harap berhati-hati. 

Dari jauh, warna kolam terlihat biru muda seperti air mendidih, namun ternyata airnya sangat segar dan dingin. Konon katanya, yang mandi atau pun membasuh diri disini akan cepat dapat jodoh. Wallahu'alam. Dan pastinya bagi kami yang sudah hampir seharian tidak mandi, membasuh badan disini rasanya sangat menyegarkan!


Desa Piliana

Rumah Bapak Raja
Setelah puas basah-basahan di Kolam Jodoh NiniFala, perjalanan dilanjut. Alhamdulillah sekitar pukul 18.30 WIT kami sudah tiba di Desa Piliana yang menjadi gerbang awal pendakian Gunung Binaiya via jalur Selatan. Setibanya disana kami langsung menuju rumah Bapak Raja.

Bapak Raja orangnya sangat ramah, dan suka mengobrol. Kami langsung disambut dengan aneka kue dan Kopi khas daerah saat tiba di rumahnya.

Setelah beramah tamah, acara dilanjut dengan jamuan makan malam dan ditutup dengan Upacara adat sebelum kami beristirahat menyiapkan tenaga untuk pendakian esok hari. Oh iya, bagi yang memerlukan jasa porter, sebaiknya infokan langsung ke Bapak Raja agar paginya sang porter sudah siap. Biaya porter dikenakan Rp 150.000,-/hari/orang nya.

Upacara Adat

Prosesi Upacara Adat
Upacara adat menjadi hal yang harus kami lewati sebelum menjalankan pendakian Binaiya. Bisa dibilang sebagai tanda permohonan untuk keselamatan kami selama di pendakian. Kami berempat duduk secara bersebelahan dan upacara pun dimulai. Diawali dengan Bapak Adat menyalami kami satu persatu,  dilanjut dengan membaca doa-doa dalam bahasa daerah, dan ditutup dengan masing-masing dari kami harus "Menyirih", dan meludahkan sirih tersebut ke luar jendela, atau jika tidak mau, boleh dengan menyentuh piringnya saja. Sehabis upacara, Bapak Adat kembali menyalami kami sebelum pamit dan kami menuju ke Homestay untuk beristirahat.


29 April 2018

Pendakian dimulai

Foto lengkap bersama Guide, Bapak Adat, Para Porter dan Bapak Raja
Hari yang ditunggu tiba. Sesuai kesepakatan semalam, kami akan memulai pendakian sekitar pukul 07.30 paling lambat. Sehingga setelah selesai Packing, kami langsung bergegas menuju rumah Bapak Raja sekaligus menunggu Bapak Enos yang akan menjadi Porter kami selama pendakian.

Track awal pendakian

Jalur tanah becek berlumpur
Tepat pukul 07.15 WIT, kami memulai pendakian dengan menyusuri jalur awal berupa tanah bersemen melewati rumah-rumah warga, dan kemudian segera berbelok setelah mencapai rumah seperti di foto. Jalur langsung memasuki hutan, dengan tanah berlumpur serta becek ga ada ojek (eh keceplosan.hahha). Dari sini jalur sudah mulai terasa  naik dan turun, namun masih banyak bonus alias datar.

Setelah melewati jalur yang cukup banyak bonus, dikejauhan kalian akan menemui pohon besar tumbang yang menghalangi jalan. Pilihannya antara dua, mau "ngolong", atau naik ke atas. Saya sih ngolong..



Melewati celah pohon tumbang.


Melintasi jalur sungai
Kira-kira 5 menit berjalan setelah melewati pohon tumbang, kami memasuki jalur menyusur sungai, beruntungnya saat itu tidak hujan sehingga air sungai tergolong dangkal. Bisa dibilang salah 1 jalur yang sangat "memorable" bagi saya. Kenapa? padahal hari masih termasuk pagi, namun suasana di jalur tersebut sudah cukup membuat saya merinding. Yaa baiknya jangan terpisah terlalu jauh dengan rombongan ketika melewati jalur ini, terlebih jika malam.

Di ujung jalur sungai, kita akan bergerak ke atas, menyusuri jalur hingga kemudian menyebrangi sungai Yahe, dan tidak jauh dari situ tibalah kami di Pos 1 Yamitala.


Pos 1 Yamitala ( 2 Jam 55 menit)
Pos 1 Yamitala
Kami tiba di Pos Yamitala sekitar pukul 10.10 WIT, atau setidaknya setelah menempuh lebih kurang 3 jam perjalanan dari Desa Piliana. Di Yamitala terdapat Shelter yang layak untuk dipakai bermalam. Namun karena hari masih siang, tujuan kami hari itu adalah bisa bermalam di Pos 2 Aimoto. Setelah puas berleha-leha dan sebagian dari kami sempat-sempatnya memakan durian yang sedang musim, perjalanan kami lanjutkan.

Perjalanan dilanjut dengan jalur yang terus menanjak dan berakar, ditambah saat itu hari semakin gelap karena sepertinya akan turun hujan, dan benar saja, hujan langsung turun dengan derasnya. Karena sudah memasuki jam makan siang, di tengah hujan deras pukul 11.30 WIT kami memutuskan untuk makan siang dengan beratapkan Flysheet dan gantian memasak.


Batu Lukuamano
Hujan nyaris badai tiada hentinya menerjang kami di hari itu, sehingga tidak terasa air hujan sudah merembes dan seakan jas hujan tiada berguna lagi melindungi tubuh kami. Alhamdulillahnya sekitar pukul 15.07 WIT, kami menyempatkan berteduh sekaligus kembali di bawah cekungan Batu Lukuamano sembari mengisi perut yang entah kenapa kembali lapar. Yah, memang tidak dipungkiri jalur yang naik turun dan sadis membuat kami cepat lelah.

Padahal untuk mencapai Pos 2 Aimoto dari Batu Lukuamano ini sudah tidak jauh, hanya harus menuruni bukit serendah-rendahnya, kemudian naik lagi, menemui sungai, dan tibalah di Pos 2 Aimoto.




Pos 2 Aimoto ( +/- 6 Jam 30 Menit termasuk makan siang dan istirahat beberapa kali)

Shelter di Pos 2 Aimoto
Kami yang sudah basah kuyup diterjang hujan sedari siang ini segera mencari lapak masing-masing untuk menjemur baju, celana, bahkan jas hujan yang basah. Dan tak lupa berganti pakaian. Sesuai rencana di awal, malam ini kami menginap di Aimoto,  memasak makanan, ngopi-ngopi ganteng dan segera beristirahat untuk persiapan pendakian hari kedua.


30 April 2018

Pendakian hari kedua dimulai!

Jalur menanjak sebelum dataran Ailunasai
Pukul 09.00 WIT kami memulai pendakian dan langsung disambut dengan jalur becek berlumpur seperti sebelumnya. Jalanan dilanjut dengan jalur kemiringan 45 derajat yang ujungnya adalah dataran Ailunasai. Nah, di tanjakan agak sedikit ekstrim yang ga ada ampun nih, disinilah satu-satunya saya bertemu Pacet selama di Binaiya, meskipun yaa tetap tidak sebanyak di Bukit Raya yang memang Kerajaan Pacet.. hahaha.

Sedikit saran, ketika menanjak melalui tanjakan yang satu ini baiknya jangan ngelihat ke atas deh.. pasti bawaannya jadi malas... -,-


Berfoto sejenak di Dataran Ailunasai bersama Bang Ricky

Jalanan masih lanjut dan terus menanjak, mulai memasuki hutan lumut, dan kemudian bertemu jalur dengan banyak batu berwarna putih yang agak tajam, disinilah kami berjumpa dengan beberapa rombongan pendaki lain yang turun, dan disini juga kami berjumpa dengan Bang Ichal, yang nantinya akan menjadi Guide kami selama di Ambon (tunggu ceritanya di Part 2) ^^. Dan Seperti biasa, sekitar pukul 11.39 WIT kami istirahat makan siang.

Maafkan muka kami yang sudah ga enak inih.. -,-"
Sekitar pukul 13.21 WIT, kami tiba di Puncak Teleuna, sebuah lahan datar yang tidak terlalu besar, namun asyik buat dipakai duduk-duduk. Nah, dari Puncak Teleuna ini sebenarnya sudah sangat dekat menuju Pos 3 High Camp. Karena setelahnya jalanan akan dilanjut melewati hutan-hutan lumut yang indah, banyak bonus pula sehingga kalian akan betah berlama-lama melewatinya (Sayang foto-foto kami di hutan lumut masih ada di bang Ricky -,-)

Di Ujung hutan lumut ini, jalanan akan langsung curam ke bawah, dan itu pertanda kalian sudah semakin dekat dengan Pos 3 High Camp. Tiba sekitar pukul 15.05 WIT


Pos 3 High Camp (+/- 6  Jam termasuk Makan Siang) 

Pos 3 High Camp
Jika dilihat dengan seksama, Pos High Camp ini sebenarnya berada di dasar lembah, dan kondisinya saat itu agak rusak pada bagian atap, sehingga kebayang akan dingin sekali jika bermalam disini. Tapi memang tujuan kami hari itu adalah bermalam di Isilale karena esoknya akan langsung Summit Attack ke Puncak Binaiya. Jadilah kami hanya beristirahat sejenak dan kembali meneruskan perjalanan yang sepertinya Hmmm (ala Nisa Sabyan) masih jauh...


Jalur hutan lumut berikut sudah menanti
Perjalanan yang kami lalui semakin gurih, jalur-jalur juga sudah mulai didominasi oleh bebatuan terjal dan tajam, jadi bagi kalian yang memakai celana pendek harus ekstra hati-hati yaa supaya kaki kalian tidak tergores apalagi sobek. Pastikan juga memakai alas kaki yang nyaman dan kuat. Sekuat hati kalian kalau Chat kalian ga dibalas sama gebetan. Lhoh.....-,-"


View menuruni lembah menuju Pos IV Isilale
Sekitar pukul 17.50 WIT, kami tiba di Puncak Manukupa, yang View langsungnya adalah laut jika kita melihatnya di pagi/siang hari. Namun sayang saya sudah terlalu lelah untuk berfoto sehingga sudah fokus untuk bagaimana caranya cepat tiba di Pos IV Isilale. Sore itu hujan kembali turun dengan derasnya, padahal perjalanan kami masih ada sekitar 30 menit menuruni dasar lembah untuk mencapai Pos berikut.



Pos IV Isilale (3 Jam 25 Menit)
Hari sudah semakin gelap saat itu, hujan semakin kencang, tapi Alhamdulillah pukul 18.30 WIT kami sudah tiba di dalam Shelter Pos IV Isilale. Tidak banyak yang kami lakukan malam itu kecuali langsung menjemur baju, berganti pakaian, dan segera mempersiapkan keperluan untuk Summit Attack esok hari karena kami berencana memulainya dari pukul 02.30 WIT dini hari.

 
1 Mei 2018

Summit Attack!!
Hari yang ditunggu tiba, waktunya untuk Summit Attack! Kami yang memang sudah terbangun dari pukul 01.00 WIT, langsung memasak dan mempersiapkan kembali alat-alat yang akan dipakai menuju Puncak. Carrier sudah pasti ditinggal, paling kami hanya membawa masing-masing ransel kecil saja. Dan setelah memakai sepatu yang dinginnya seperti es, belum lagi memang masih dalam keadaan basah karena hujan kemarin, kami memulai pendakian dini hari itu pukul 02.25 WIT setelah berdoa bersama.


Saran saya, ketika kalian sudah naik dari Shelter Isilale menuju bertemu banyak bebatuan di kiri dan kanan, ingat-ingat dengan baik tanda-tanda untuk kembali menuju ke Isilale. Kenapa? alasannya nanti akan saya ceritakan di belakang.


Pos V Nasapeha (3 Jam 30 Menit)
Untuk menuju Pos Nasapeha kita melalui jalur berbatu-batu yang naik dan turun disambung hutan. Entah ada berapa kali naik turun dan hutan (karena tidak saya hitung), yang pasti diujungnya akan diakhiri dengan berbagai macam pohon melintang dan di depannya ada tanah lapang berlumut yang mana menandakan sudah tiba di Pos Nasapeha. Sekilas Pos ini layak juga untuk dijadikan tempat Camp, namun berhubung info dari Para Pendaki yang turun Nasapeha sedang becek parah, alhasil kami memilih di Isilale yang memang juga ada Shelter sehingga lebih nyaman untuk beristirahat.

Memasak minuman hangat di Pos Nasapeha

Sang mentari telah tiba
Kami tidak berlama-lama di Nasapeha, setelah beristirahat secukupnya, team langsung bergerak lagi. Naaaah, setelah Nasapeha inilah pemandangan sudah mulai terbuka, terlebih saat itu sinar mentari sudah tiba dan membuat suasana yang dingin menjadi lebih hangat. 

Tapi jangan senang dulu, karena menuju Puncak Binaiya ini kalian harus melewati berbagai macam bukit yang sifatnya PHP, mungkin beberapa kali kalian akan berpikir "Tuh puncaknya disana!", tapi ternyata kalian salah. Hahahahaha.

Hutan lumut yang ditemui dalam perjalanan ke Puncak
Mulai terlihat berbagai tumbuhan Pakis (Doc by Bang Ricky)


View yang indah, Alhamdulillah cerah!
Setelah kalian menemui berbagai tumbuhan Pakis yang berjejer, saran saya jangan lupa untuk menengok ke belakang ya. Selain untuk memastikan tidak ada kawan yang ketinggalan, kalian juga bisa menikmati pemandangan seperti di samping ini. Pokoknya wajib diabadikan ya! :D

Kami terus melanjutkan perjalanan, melewati berbagai bukit-bukit berbatu dan berbagai tanaman pinus yang sudah tidak terhitung banyaknya, dan sekali lagi kami disuguhi pemandangan super indah, yakni Oase menuju Puncak yang airnya sedang banyak! Alhamdulilah juga karena dua hari sebelumnya hujan, jadinya air tidak kering. Belum sah lah kalian kemari kalau belum mencoba air di Oase ini. :D

Oase menuju Puncak Binaiya


Puncak Binaiya !!  (+/- 3 Jam 19 Menit)

Puncak Binaiya 3.027 Mdpl
Alhamdulillah, sekitar pukul 09.15 WIB kami tiba di Puncak Binaiya, tepatnya setelah berjalan kaki lebih kurang 3 hari dari Desa Piliana.

Kalau dipikir-pikir, dibanding Gunung Rinjani maupun Gunung Kerinci yang tingginya jauh di atas Binaiya, tapi untuk menggapai Puncak Binaiya ini tidak bisa dianggap remeh.

Bisa dilihat Puncak Binaiya ini cukup luas, dan kita bisa bersantai-santai sejenak menikmati sinar mentari sembari menjemur sepatu dan baju yang basah (tetep yeee..hahaha).

Disini kami puas-puasin foto dengan berbagai macam gaya dan bentuk, yaa ga ada salahnya juga karena memang untuk kemari saja sudah penuh perjuangan, belum lagi drama-drama yang terjadi sebelumnya. Tapi yaaah, Alhamdulillah semua itu terbayar lunas ketika menapakkan kaki disini. 

Pasukan Team "Tukang Sapu"
Foto lengkap bersama Bang Ricky dan Bapa Enos

Kembali menuju Isilale..

Taman Batu dalam perjalanan pulang
Setelah puas berfoto-foto dan mengisi perut yang pastinya sudah kembali lapar, selanjutnya kami bergerak turun menuju Isilale, dimana kalau nguber sebenarnya kami ingin mencapai Ayemoto hari ini juga.

Kabut tipis sudah mulai turun saat itu, padahal jika dilihat baru sekitar pukul 11.13 WIT. Nah, tidak jauh dari kabut turun, kami tiba di taman batu yang mengingatkan saya pada lokasi wisata "Stone Garden" yang ada di Padalarang. Mirip-mirip lah yaa tapi saya rasa pastilah lebih bagus ini.. (Teteeeep)...

Perjalanan turun kami lakukan dengan cepat, karena memang sudah tidak banyak berfoto, dan tujuan kami hanya ingin secepatnya tiba di Pos Isilale dan langsung bergerak menuju Aimoto.

Masih ingat kata-kata saya di awal supaya kalian "menghapal" tanda-tanda setelah memulai pendakian dari Isilale menuju Puncak? Kalau dari arah turun dari Puncak, tepatnya setelah melewati Puncak Bukit Bintang, kalian akan merasa jalan lurus-lurus saja, namun nanti ada suatu saat dimana kalian masuk hutan dan buntu. (Harusnya sih sudah ditutup yaa jalan itu sekarang supaya tidak membingungkan).

Ya, saya sempat tersesat dan tak tahu arah jalan pulang (tetiba nyanyi Butiran debu.. -,-), padahal lokasinya sudah sangat dekat dengan Pos Isilale. Dan yang saya lakukan adalah memanggil-manggil nama kawan saya yang sepertinya sudah tiba lebih dulu sembari orientasi medan, dan ternyata jalan yang saya lalui sebenarnya sudah tepat, hanya saja harus melipir melewati bebatuan ke kanan (kalau diperhatikan baik-baik ada debu-debu pecahan batu berwarna putih yang digunakan sebagai penunjuk jalan), barulah kita tiba di jalan menuju Pos Isilale.

Dan karena insiden ini, kami memutuskan untuk nginap lagi di Isilale dan berencana untuk mengejar ke Desa Piliana esok hari. Oh iya, Maghrib menjelang malam itu kami sempat kedatangan "tamu tak diundang", tapi tak apalah karena mungkin sebenarnya beliau tidak bermaksud "mengganggu", hanya numpang lewat.. Hahahahha


2 Mei 2018

Kita Pulang!

View dari Puncak Manukupa
Berhubung tujuan kami hari itu adalah langsung menuju Desa Piliana, jadilah kami berjalan agak ngebut, bahkan tidak sempat berpikit untuk foto-foto, dan foto di sebelah ini adalah satu-satunya foto yang saya ambil dalam perjalanan pulang, yakni di Puncak Manukupa, karena sebelumnya saat menuju Isilale dalam keadaan hujan besar.

Dan lebih kurang seperti inilah Timeline perjalanan kami turun di hari itu menuju Desa Piliana..

08.15 WIT Turun dari Isilale
10.08 WIT Tiba di Pos 3 High Camp
13.45 WIT Tiba di Pos 2 Aimoto (Makan siang)
16.56 WIT Tiba di Pos 1 Yamitala
20.28 WIT Desa Piliana

Alhamdulillah, dengan tibanya kami semua di Desa Piliana kembali dengan selamat sentausa artinya berakhir sudah perjalanan kami di Gunung Binaiya yang menjadi salah 1 dari 7 Seven Summits Indonesia. Bagi saya pribadi, ini Puncak ke 5 dari 7.

Malam itu kami langsung beristirahat sejenak, makan malam sembari evaluasi singkat perjalanan, mandi+berganti pakaian dan setelah Bang Moge (driver kami) datang, bergeraklah kami menuju destinasi berikutnya, yakni Ora Beach (yang akan saya bahas di Part selanjutnya) , namun dengan menginap semalam di rumah Bang Moge terlebih dahulu..


Berikut rincian pengeluaran (Team) selama menuju dan di Binaiya :
- Ongkir Ojol sewa Carrier : Rp 60.000,-
- Beli Gas 6 botol @22.000 : Rp 132.000,-
- Ongkir ambil tenda (Elfrida) PP : Rp 40.000,-
- Wrapping Bandara 5x 50.000 : Rp 250.000,-
- Sewa mobil ke Tulehu : Rp 200.000,-
- Parkir + Karcis masuk ke Tulehu : Rp 5.000,-
- Tiket Kapal Cepat 5x 115.000 : Rp 575.000,-
- Sarapan pagi ( 3 Soto+1 Mie+Nasi+3 Kopi) : Rp 100.000,-
- Simaksi untuk 5 orang termasuk guide : Rp 575.000,-**
- Wortel 2 ikat : Rp 20.000,-
- Kol : Rp 5.000,-
- Spiritus untuk Trangia : Rp 15.000,-
- Aqua karton + 6 Cleo : Rp 101.000,-
- Makan siang warteg (6 orang termasuk guide + driver) : Rp 85.000,-
- Biaya adat : Rp 150.000,- (Nyirih)
- Biaya Porter 4 hari : Rp 600.000,-
- Buku Tamu + Homsetay + Makan selama di Piliana : Rp 350.000,-
- Biaya Guide 5 hari (dihitung dari tiba Bandara) : Rp 1.500.000,-
- Mobil PP Masohi - Desa Piliana (Bang Moge) : Rp 2.000.000,-
------------------------------------------------------------------------------------- +
Total :  Rp 6.763.000,- dibagi 5 menjadi Rp 1.352.600,-/orang*


Note : Biaya tersebut belum termasuk dengan Biaya Pribadi, dan Biaya Kapal Cepat untuk pulang ke Ambon, karena akan masuk ke Part selanjutnya...


** Rincian Biaya Simaksi (dibuat untuk estimasi 6 hari oleh Guide kami) :
- Karcis Masuk : 5.000 x 5 orang x 6 hari : Rp 150.000,-
- Berkemah : 5.000 x 5 orang x 6 hari : Rp 150.000,-
- Penelusuran hutan/Trackking : 5.000 x 5 orang : Rp 25.000,-
- Ambil foto/dokumentasi : Rp 250.000 /team
----------------------------------------------------------------------------- +
Total : Rp 575.000,-


Kontak yang bisa dihubungi :
Guide : Bang Alief Izham 0821 984 32 106  @camp_binaiya / Bang Ricky M.K 0813 546 699 15 @binaiyaexpeditions
Driver : Bang Moge 0813 434 338 35  @toisutamoken
Balai Taman Nasional Manusela : Bang William 0822 3835 8198


Sekian info yang bisa saya berikan tentang perjalanan kami di Gunung Binaiya, semoga segala info yang ada bisa bermanfaat dan memudahkan bagi kalian yang ingin berkunjung kesana..
Aamiin!


Salam, 
RPR - Sang Petualang
(Silahkan di follow IG saya jika berkenan : @rezkirusian) 


Sampai jumpa di Part selanjutnya! (Spoiler alert!) hahaha