Tulisan berikut saya dedikasikan untuk keluarga saya di Langkah Para Petualang (LPP), khususnya LPP Jakarta dan adik-adikku di Khatulistiwa Paramadina yang ikut terlibat dalam pendakian kali ini.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa judulnya seperti di atas, bukan "Pendakian Lawu" dan lain sebagainya ?
Ya, sebentar lagi akan saya ceritakan kisah kami selama di Lawu, tapi saya mohon jangan takut ya..hehehe
Melalui obrolan-obrolan singkat yang terjadi antara saya, Teh Uthie dan Mas Joko saat sedang acara gathering LPP Jakarta di Saung Aki (Eko Mantis) , terciptalah keinginan untuk mendaki Gunung Lawu yang berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur itu. Tanpa berlama-lama tiket segera kami pesankan bagi siapa pun yang fixed ikut, termasuk saya mengundang adik-adik saya dari Khatulistiwa Paramadina untuk ikut terlibat .
Total peserta dari Jakarta ada 20 orang, dimana kami LPP Jakarta sebanyak 16 orang (maaf tidak bisa disebut satu persatu berhubung kalian banyak) , 4 orang dari Khatulistiwa Paramadina (Cia, Murni, Intan, ditambah Ivan ). Kami juga janjian dengan Mas Tono yang berasal dari LPP Temanggung (PAGAR), namun langsung rencananya langsung bertemu di Lawu.
12 Juni 2014
Team LPP Jakarta yang berangkat kebetulan terbagi jadi 2 , yaitu team sore (yang berangkat pukul 16.00 WIB, dengan leader mas Joko ) dan Team Malam yang diketuai oleh saya .
Fyi, untuk mencapai Gunung Lawu dengan kereta, kalian bisa pilih mau turun di Stasiun Solo Jebres atau Solo Balapan (tergantung kalian bisanya juga berangkat jam berapa). Untuk detail harga terbaru silahkan cek langsung di KAI. Setelah jam pulang kantor, saya pun langsung bergegas pulang ke rumah untuk menjemput "Si Jagoan" (nama Carrier saya..hehe).
Fyi, untuk mencapai Gunung Lawu dengan kereta, kalian bisa pilih mau turun di Stasiun Solo Jebres atau Solo Balapan (tergantung kalian bisanya juga berangkat jam berapa). Untuk detail harga terbaru silahkan cek langsung di KAI. Setelah jam pulang kantor, saya pun langsung bergegas pulang ke rumah untuk menjemput "Si Jagoan" (nama Carrier saya..hehe).
Sekitar pukul 19.30 WIB, saya berangkat dari rumah menuju perempatan Lebak Bulus untuk bertemu dengan kawan-kawan yang janjian di stasiun Senen pukul 20.30 WIB. Saya tiba sekitar pukul 21.00 WIB dan langsung berjumpa dengan Cia, Murni, Intan dan Ivan, kemudian disusul Natalie Jojo, Dicky.
Hanya tinggal Widy yang belum sampai. Jadi, setelah Widy datang barulah kami segera memasuki peron kereta api dimana Senja Utama Solo berada, dan cakeeeeep sekali keretanya belum datang. -,-
Jadilah kami melakukan beberapa selfie sembari menunggu kedatangan kereta. haha
Team Kereta Malam |
Selang beberapa menit kami melakukan selfie , kereta yang ditunggu pun sudah datang dan kami segera bersiap memasuki kereta untuk memulai perjalanan panjang kami menuju stasiun Solo Balapan.
Meskipun kami beli tiket dalam waktu yang berbeda-beda, tapi Alhamdulillah kami semua berada dalam 1 gerbong yang sama. :)
Waktu demi waktu berlalu, dan perjalanan yang awalnya dihiasi dengan canda tawa dan saling balas-balasan "ngecengin" akhirnya sepi juga. Karena waktu sudah semakin larut malam, dan kami pun melepas lelah dengan menyegerakan tidur (meskipun ga nyenyak juga sih tidurnya ).
13 Juni 2014
Di pagi hari yang cerah ini, kami pun terbangun dan langsung mencari sarapan berhubung perut kami sudah mulai lapar karena perjalanan yang panjang. Setelah melewati beberapa stasiun besar, terlihat penumpang di kereta sudah banyak yang turun. Dan kami pun memikirkan sebuah permainan yang seru agar tidak bosan menjelang sampai tujuan.
Terpikirlah permainan "Tepok Nyamuk" yang bisa dimainkan dalam jumlah banyak, dan pastinya akan berisik. Benar saja, baru main beberapa kali, kami tertawa lepas dan akhirnya ditegur oleh seorang pemuda keturunan Tiong Hoa yang sedang tidur (tadinya). "Hei !! Ini bukan rumah kalian !!". Sontak kami pun kaget, namun tetap melanjutkan permainan dengan suara yang dikecilkan.
Tak lama, kami telah sampai di stasiun tujuan kami, Stasiun Solo Balapan. Menurut penuturan kawan saya, Dicky, ketika ia mencoba senyum kepada pemuda tadi saat berpapasan, beliau hanya diam saja dan menatap dingin. Sampai ketika saya pun turun dari kereta, namun anehnya saya tidak melihat pemuda tadi turun, padahal dia tidak jauh di belakang saya. Saat itu, saya tidak berpikir yang aneh-aneh dan langsung bergegas ke parkiran untuk bertemu dengan Pak Paijo yang akan mengantar kami menuju Basecamp Cemoro Sewu. Oiya jika ingin menggunakan jasa beliau, bisa menghubungi di 0815 678 248 79. Untuk tarifnya, waktu itu kami dikenakan sekitar Rp 300.000,- an sekali jalan . Coba saja nego lagi untuk tarif ter-updatenya.
Setelah melewati perjalanan dengan medan yang cukup berbukit-bukit (saya merasa seperti sedang mau ke Cibodas rasanya..hehe)Sekitar pukul 11.00 WIB, kami tiba di Basecamp Cemoro Sewu, dan pastinya sudah lama ditunggu oleh kawan-kawan Team Sore LPP Jakarta yang sudah "mendarat" duluan di Basecamp.
Kami yang baru sampai pun segera memesan makanan di warung sebelah sebelum memulai pendakian, mengingat sebentar lagi sudah memasuki waktu Sholat Jum'at, dan kami yang pria harus segera menunaikan Sholat Jum'at.
Sekitar pukul 12.30 WIB, setelah sholat Jum'at selesai, kami langsung bersiap packing ulang barang-barang dan membayar biaya registrasi ke sang Komandan mas Joko sebesar Rp 7.500/orang.
Sebelum memulai pendakian di siang hari yang cukup teduh tersebut, tidak lupa kami berfoto dulu di depan Gapura Cemoro Sewu dan berdoa bersama memohon kesalamatan selama kami berada di gunung Lawu ini .
Foto bersama sebelum memulai pendakian |
Ada satu kalimat yang saya ingat diucapkan komandan saat itu, yaitu agar
kami selalu menjaga sikap dimana pun kami berada, dikarenakan yaa ini
bukan rumah kami, dan kami hanya sebagai "tamu" disini. Disitu saya
berpikir, "kok hampir sama dengan bentakan pemuda Tiong Hoa di kereta
itu ya?". Saya pun sekali lagi tidak banyak berpikir aneh-aneh dan langsung saja dengan mantap memulai perjalanan.
Rute awal pendakian lewat jalur Cemoro Sewu ini, hampir sama seperti ketika kita melewati jalur Cibodas (bagi yang sudah pernah ke gunung Gede pasti tahu), hanya saja bentuknya lebih landai. Dan pada beberapa bagian langsung menanjak cukup terjal. Mengingat ketinggian gunung ini pun sudah jauh melampaui gunung Gede yang hanya berkisar 2.985 mdpl.
Setelah melewati jalanan berbatu sekitar 1 jam lamanya, tibalah kami di pos bayangan satu yang berupa sebuah gubuk (atau mungkin warung yang sudah tidak berpenghuni ). Disini kami segera beristirahat sejenak sembari berfoto-foto kembali.
Pos Bayangan 1 |
Barulah setelah melanjutkan perjalanan sedikit lagi, kami bertemu dengan Pos I seperti yang tampak pada gambar di bawah ini. Suasananya sudah seperti bangunan tua namun masih kokoh, dan didepannya terdapat banyak warung yang tidak jelas apakah masih aktif berdagang atau tidak.
Namun, saat kami kesana warung-warung di sekitar pos I ini seperti sudah tidak terurus keadaannya.
Pos I |
Kami tidak berlama-lama berdiam diri di Pos I, dan segera berniat melanjutkan ke Pos berikut, mengingat hari pun sudah semakin sore. Target kami hari itu adalah bisa camp di sekitar warung Mbok Yem. Jalan batu demi batu kami lalui dan tibalah kami pada bongkahan-bongkahan batu besar yang kami rasa bagus sebagai objek foto.
Oiya, selama perjalanan ini saya mempunyai 2 kawan baru yang unik, seekor lebah berwarna hitam yang seakan-akan "annoying" karena selalu lewat di depan wajah saya. Dan satu lagi adalah burung Jalak berwarna Abu-abu yang seakan-akan menjadi petunjuk bagi langkah saya saat tertinggal oleh kawan-kawan saya yang lain.
Lucunya, burung Jalak yang saya temui warnanya abu-abu, namun sayang saya tidak sempat mengambil fotonya. Padahal menurut info, Jalak yang sering muncul adalah yang berwarna hitam.
Ketika saya baca di blog kawan-kawan pendaki lain, Jalak berwarna Abu-abu konon katanya adalah jelmaan Kyai Jalak Lawu, beliau adalah penunggu dari Gunung Lawu dan biasanya tidak akan muncul di depan sembarang orang. "Wallahu alam".
Tapi satu yang pasti jangan pernah mengganggu apalagi membunuh burung tersebut..^^
Kami tiba di Pos II sekitar menjelang Maghrib, kalau tidak salah pukul 17.45 WIB. Berhubung udara sudah lumayan dingin, kami pun segera "berteduh" di shelter terdekat sembari menghangatkan badan dengan membuat minuman hangat. Namun, ada juga beberapa kawan kami yang memutuskan untuk melanjutkan perjalanan duluan dikarenakan keadaan kakinya yang dirasa sudah melemah, dan beliau khawatir jika berjalan di belakang akan menghambat yang lain.
Benar saja, saat kami berjalan terus ke atas untuk mengejar rombongan yang sudah duluan (hari sudah gelap karena sudah melewati jam 19.00 WIB), kami bertemu dengan kak Lady, yang terlihat semakin lemah karena ngantuk, dingin dan kakinya yang sakit.
Kami pun tidak berani untuk melanjutkan perjalanan dan memutuskan untuk segera mendirikan tenda di jalur, yang padahal untuk ke Pos III hanya berjarak sekitar 1 menit saja dari tempat kami mendirikan tenda untuk kak Lady.
Setelah kondisinya sudah agak membaik dan sudah mulai bisa tidur, kami yang laki-laki segera mendirikan tenda di dalam shelter pos III, sementara cewek-cewek menemani kak Lady di tenda darurat tadi. Tentunya, dijaga oleh mas Joko dan Bro Saihu di depannya. Di pos III inilah kami bertemu dengan mas Tono dan kawannya yang memang sudah janjian untuk bertemu dengan kami. Mereka pun mendirikan tenda tidak jauh dari shelter tempat kami berteduh.
14 Juni 2014
Alhamdulillah pagi itu suasana sangat cerah dan bersahabat, kawan kami yang semalam sempat sakit pun sudah ceria kembali.
Sekitar pukul 09.00 WIB, setelah menyelesaikan sarapan, membereskan tenda dan packing barang bawaan, kami pun segera bergegas untuk melanjutkan perjalanan menuju Pos berikutnya. Dan Insya Allah puncak Hargo Dumillah pun akan kami kejar pada hari ini. Aamiin.
Perjalanan kami lanjutkan, dengan semangat kebersamaan dan kekompakan untuk saling meng-cover satu sama lain. Dikarenakan medan menuju Pos IV ini sudah diselingi dengan tanah bebatuan besar, sehingga tenaga kami pun lebih cepat terkuras. Jadi wajar saja, jika perjalanan dari pos III ke Pos IV kami lalui dengan sangat santai. Belum lagi mas Joko dan bro Saihu yang memang sebagai Sweeper sekaligus Team Datar, mereka sudah hampir pasti selalu tertinggal di belakang.
Selang beberapa lama, terlihat lagi gundukan batu-batu besar, namun kali ini dilengkap dengan pemandangan lautan awan yang lebih dahsyat.
Ternyata kami pun sudah tiba di Pos IV. Dan pastinya, kami tidak lupa untuk mengabadikan setiap moment kami di tempat tersebut.
Inilah suasana di Pos IV
Note : Mohon maaf yang sebesar-besarnya pada komandan LPP Enang Jerambah, bendera LPP saat itu terselip di tas, jadi tidak bisa difoto bersama. -,-
Setelah puas berfoto-foto disini, (bahkan ada sahabat saya yang sampai hati niat menulis segala pesan- pesannya di sebuah buku gambar.. hayoo siapa tuuuh ?? ). Kami segera melanjutkan perjalanan kembali, tujuan berikutnya adalah makan siang di warung Mbok Yem !! yummy !!
Jalanan menuju Warung Mbok Yem terdiri dari jalan berbukit-bukit naik turun, sempat agak memutar juga mengelilingi bukit (bagi yang pernah ke Semeru, tracknya hampir mirip seperti dari Pos I menuju Pos II ). Namun untungnya landai, sehingga kami bisa melewati jalur tersebut dengan santai.
Warung Puncak Gunung Lawu, "Mbok Yem" |
Nasi Pecel : Rp 8000,-/sepiring
Gorengan : Rp 1000,-
Teh manis hangat : Saya lupa antara Rp 2000,- atau Rp 3.000,-
Kopi : Rp 3.000,-
Aqua Botol 600 ml : Rp.7.000,- (hanya ini yang saya rasa agak mahal -,- )
Setelah puas makan gorengan, ngeteh dan merasakan segarnya Nasi Pecel ala Mbok Yem, kami pun segera melanjutkan perjalanan menuju Puncak Hargo Dumillah di ketinggian 3.265 mdpl. Kira-kira jaraknya hanya 30 menit dari Warung Mbok Yem.
Jalan menuju Puncak Lawu |
Tekstur jalannya bebatuan dengan pasir berdebu. Namun berhati-hatilah karena banyak pohon-pohon yang memiliki batang lumayan tajam. Kira-kira gambarnya jalan menuju puncaknya seperti foto di samping ini. Ada adik saya Murni dan Ivan sebagai modelnya.. hehehe (Cieeeee..)
Setelah melewati 30 menit perjalanan, akhirnya, pada pukul 15.00 WIB, sampailah kami semua di Puncak Gunung Lawu, Hargo Dumillah dengan ketinggian 3.265 mdpl !!
Inilah gambaran suasana puncak Hargo Dumillah. Di puncaknya terdapat Tugu bertulisankan Hargo Dumillah 3.265 dpl (tanpa "m" didepannya), merk "K**y, dan lambang Kopassus.
Puncak Hargo Dumillah 3.265 mdpl |
Landscape photo, taken by Samsung S3 Mini |
Khatulistiwa Paramadina |
Murni |
Foto bagai piramid (kasian si Saihu ditindih Widy :P ) |
Berfoto dengan bendera LPP |
Langkah Para Petualang, chapter Jakarta |
Widy - Mbok Yem - Rezki (Doc Kamera Widy) |
Setelah puas berfoto-foto, mengingat hari sudah semakin sore, kami pun segera turun kembali ke Warung Mbok Yem dan menyelesaikan segala bon makanan kami (maklum deh, sekalinya naik gunung di puncak ketemu banyak makanan, langsung kalap.. hehe ). Saat sedang siap-siap akan turun dari Hargo Dalem (tempat warung Mbok Yem berada), Alhamdulillah kami sempat bertemu dengan Mbok Yem, dan sempat berfoto bersama. Beliau hanya berpesan "Nanti, hati-hati ya saat pulangnya". Mendengar pesan tersebut, lagi-lagi saya berpikir di luar nalar. Dan benar saja, rupanya petualangan kami "memang" belum berakhir.
Setelah berdoa bersama dengan dipimpin oleh mas Tono, kami segera memulai perjalanan turun. Kali ini melewati jalur yang berbeda dengan naik, yakni melewati jalur Cemoro Kandang, dimana langsung disambut dengan jalanan landai berliku dengan jurang di kanan dan kirinya. Pemandangan sangat indah sore itu, karena dihiasi juga dengan Sunsets.
Tapi berhubung sudah ingin buru-buru sampai bawah, saya tidak ingat lagi untuk berfoto-foto..haha. Dan setelah melewati 1 jam, sampailah kami di Pos IV, dimana saat itu bersamaan dengan Maghrib, jadi kami memutuskan untuk beristirahat sejenak.
Setelah merasa siap, kami kembali melanjutkan perjalanan dengan headlamp terpasang di kepala, karena saat itu pun hari sudah gelap. Formasi pun segera diatur, agar tidak ada yang tertinggal jauh di belakang.
Jalan berliku dan terus menurun kami lewati satu persatu dalam gelap malam itu, dan kami sengaja bernyanyi dan selalu bercanda di sepanjang jalan untuk mengurangi rasa kantuk dan dingin yang sudah mulai menyerang kami satu demi satu. Setelah mencapai Pos III (saya lupa setelah berapa lama), Bro Saihu dan Mas Joko memutuskan untuk tidur sebentar sementara kami yang lain memutuskan tetap melanjutkan perjalanan.
Disinilah, setelah melewati Pos III menuju Pos II, kami mengalami berbagai kejadian beruntun..
Sebelumnya mohon maaf untuk kawan-kawan yang namanya saya sebutkan disini, namun apa yang saya tulis tidaklah mengada-ada, dan semuanya sesuai dengan apa yang terjadi saat itu..
Siap ya?
Hal Pertama, yang terjadi di malam itu, adik kelas saya Murni, mengalami keseleo pada salah satu kakinya, sehingga hal tersebut cukup menghambatnya dalam berjalan. Alhasil dia pun jalan harus selalu dituntun dan tidak boleh membawa beban berat.
Hal Kedua, Kak Lady, berkali-kali nyaris ketiduran di track dan hampir selalu berjalan dalam keadaan tidur karena didera rasa kantuk yang berat.
Hal Ketiga, meskipun tidak ada yang menyadari, saat itu saya nyaris terkena Hypo. sehingga selama berjalan pun, ketika istirahat, saya selalu hampir tertidur. Ajaibnya, saya langsung saja "sembuh" ketika.
Hal Keempat, dan yang sekaligus menjadi pemicu kepanikan kami di malam itu terjadi, karena Teh Uthie yang tadinya sehat-sehat saja , tiba-tiba drop seperti orang yang kedinginan akut. Langsung kami semua membagi tugas, bagi yang perempuan menghangatkan badan beliau dengan memeluknya, dan yang laki-laki membuatkan minuman hangat sekaligus membangun tenda di lapak yang sekiranya kosong.
Alhamdulillah, kawan-kawan saya banyak yang mengerti akan medis, sehingga mereka bisa langsung memberi pertolongan pertama yang tepat pada Teh Uthie. Tak lupa kami pun juga memasak makanan seadanya, karena memang hari sudah larut malam (pukul 21.00 WIB kalau tidak salah) dan kami pun belum makan malam.
Setelah tenda terbangun di lapak yang agak luas (namun posisinya di pinggir jurang) kami segera memindahkan barang-barang dan Teh Uthie pun segera dibopong oelh Dicky menuju tenda yang telah siap berdiri. Enam orang dari kami yang dipimpin oleh Mas Joko memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan menuju Pos II, bahkan kalau memungkinkan hingga mencapai Basecamp Cemoro Kandang agar mareka bisa membantu kami kembali dengan membawa makanan dan minuman keesokan harinya.
Kami yang tersisa saat itu segera membuat kondisi senyaman mungkin, karena biar bagaimapun kami akan bermalam di tengah jalan tersebut.
Hal Kelima pun terjadi, Ojie yang membantu memindahkan barang-barang pun tiba-tiba hampir jatuh ke jurang dan kakinya terkilir, sehingga dia segera dibantu Fuad menuju tenda sebelah tempat teh Uthie dibaringkan.
Setelah suasana menjadi kondusif kembali, kami pun segera tidur dan berdoa semoga tidak ada lagi kejadian yang menimpa kami semua selama nge-camp disini.
15 Juni 2014
Hal Keenam
Tengah malam, kami pun kembali dikejutkan dengan salah seorang kawan saya (tapi saya lupa siapa, Fuad mungkin ya?) yang langsung histeris dan membangunkan kami semua karena menemukan kawan kami Dicky dalam keadaan Hypo dan tidak sadarkan diri.
Saat itu, keadaan begitu mencekam, beberapa dari kami bahkan ada yang sampai menangis karena takut akan kehilangan Dicky malam itu. Kami semua terus berusaha semampunya untuk menghangatkan kembali badan Dicky dan mengembalikan kesadarannya.
Situasi pun sepertinya semakin menjadi-jadi ketika kami mendengar Dicky mengatakan hal-hal yang aneh, dia berbicara seakan-akan seperti bukan dirinya, sehingga kawan kami Fuad pun tidak putus terus dan terus menyebut nama Allah saat itu.
Pagi saat Subuh, setelah keadaan sudah kondusif dan Dicky sudah kembali sadar dan bisa bercakap-cakap kembali dengan kami, Alhamdulillah Dicky masih dilindungi oleh Allah, sehingga kepanikan kami malam itu pun sedikit-sedikit hilang.
Tak lama, saya beserta kawan-kawan lain pun langsung menunaikan sholat Subuh secara bergantian, memohon keselamatan agar kami semua bisa tiba di rumah kami masing-masing dengan selamat. Dan tentunya, agar arwah yang menghuni tempat kami berada saat itu dapat beristirahat dengan tenang.
Setelah Sholat Subuh, saya sempat melihat Dicky kembali duduk termenung dan saya melihat dia menangis sembari sujud-sujud mohon ampun. Saya tidak banyak menggubrisnya, tapi hanya mengawasinya saja. Dia sedikit menggumam "Kasihan ya ki mereka semua yang ada disini ingin pulang". Saat itu saya pikir maksudnya adalah kami, namun saya hanya menghiburnya dengan bilang "tenang Dick, kita sama-sama kok disini, Insya Allah kita semua bisa pulang dengan selamat".
Namun Hal Ketujuh pun terjadi, bahkan ketika hari dirasa sudah cukup cerah, dimana saat Jojo sedang duduk, dia tiba-tiba menangis, dan menurut pengakuannya saat itu, seperti ada yang mencekik dia. "Wallahu alam".
Melihat berbagai kejadian-kejadian ini pun membuat saya jadi bingung sekaligus heran. Saya pun sempat berdiskusi dengan Pe'i dan Fuad mengenai hal-hal yang menimpa kami secara beruntun ini. Dan jika mengingat kejadian saat bertemu dengan pemuda Tiong Hoa yang tiba-tiba marah karena kami berisik, itu tidaklah berbeda dengan kejadian disini, dimana "para penunggu" gunung Lawu ini pun sepertinya terganggu dengan sikap kami yang berisik dan nyanyi-nyanyi setelah lewat waktu Maghrib.
Saya juga langsung teringat ucapan sang komandan mas Joko ketika awal pendakian dimana kami harus selalu menjaga sikap, karena kami adalah "tamu" di gunung ini. Bahkan Mbok Yem pun sudah mengingatkan pada kami agar berhati-hati saat perjalanan pulang.
Rupanya kami semua sudah diperingatkan sejak awal.
Moral yang dapat di ambil dari kejadian-kejadian nyata ini adalah :
"JAGALAH SIKAPMU DIMANA PUN KAMU BERADA.."
Setelah berbagai rentetan kejadian yang menimpa kami, Alhamdulillah kejadian Jojo adalah yang terakhir dan kami pun sampai dengan selamat di Pos Cemoro Kandang setelah bertemu dengan 6 orang kawan kami yang telah jalan duluan malam itu di Pos I.
Kami segera berbilas diri dan bersiap-siap pulang sembari menunggu jemputan Pak Paijo yang akan mengantarkan kami menuju halte bus yang akan membawa kami kembali ke Jakarta.
Dengan begitu, berakhirlah sudah petulangan kami di Gunung Lawu, terima kasih Allah SWT, terima kasih gunung Lawu beserta alamnya yang "dahsyat".
Kami semua benar-benar telah mendapatkan perngalaman yang berharga.
Kami pun tiba dengan selamat di Kp.Rambutan pada tgl 16 Juni 2014 dan langsung berpisah untuk kembali ke rumah masing-masing.
Note : Buat Cia, Murni, Intan, Irvan, Natalie Jojo, semoga ga kapok yaaaaa.. heheh peace !! :P
Semoga bermanfaat.. mana tahu kedepannya ada kawan-kawan yang berniat mencoba "segar"nya Nasi Pecel Mbok Yem dan "Dahsyat"nya alam Gunung Lawu.. hehehhe
Alhamdulillah sampai dengan selamat tanpa kurang satu apapun di terminal Kp.Rambutan (Doc by Ahmad Syafei) |
Cheers,
RPR - Sang Petualang
(Silahkan difollow IG saya jika berkenan : @rezkirusian )