Senin, 09 Maret 2015

Aceh : Serambi Mekah ala Indonesia

Kali ini saya akan mengajak kawan-kawan sekalian untuk "mengunjungi" provinsi terbarat di Indonesia, yakni Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), yang sekaligus tempat kelahiran Bapak saya.

Bisa dibilang, ini merupakan catatan perjalanan lama saya (very late post, tahun 2010 ) ketika saya berkesempatan kesana dalam rangka liburan demi menghilangkan penat di Ibukota. Sekaligus, perjalanan yang akan mengingatkan kita semua akan hebatnya bencana alam Tsunami yang pernah melanda negeri ini pada 26 Desember 2004 silam...

*Mohon maaf sebelumnya saya tidak ingat HTM masuk ke berbagai tempat yang dituju, karena memang sudah sangat lama.. -,-


Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda
Untuk mencapai Banda Aceh, bisa mengambil pesawat dari Jakarta menuju Banda Aceh dengan lama penerbangan kurang lebih 3 jam (saat itu saya transit dulu selama 10 menit di Medan sebelum melanjutkan ke Banda Aceh).

Kenyamanannya jika berlibur ke tempat dimana banyak saudara berada, kita tidak perlu repot-repot berpikir bagaimana transportasi dan akomodasi kita selama disana, karena sepupu-sepupu saya sudah mengatur itu semua.  hehehehe

Benar saja, ketika saya mengabari akan ke Aceh beberapa hari sebelumnya, sepupu-sepupu saya sudah heboh menjemput di Bandara. Dan, petualangan pun dimulai. 

Ada apa saja di Aceh ?


A. Kuburan Massal Siron
Tempat pertama yang saya singgahi ketika menginjakkan kaki ke Banda Aceh adalah Kuburan Masal Siron. 

Gerbang Kuburan Masal Siron
Jika kawan-kawan sempat mengingat tragedi Tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004 silam, disinilah sebagian besar korban-korban Tsunami Aceh yang belum teridentifikasi (dikarenakan kondisi jasadnya memang sudah hancur terkena gelombang Tsunami yang sangat dahsyat sehingga sulit lagi untuk dikenali ) dikuburkan secara massal.


Bagian dalam Kuburan Masal Siron
Proses pembangunan Kuburan Masal Siron
Proses pemakaman Massal dengan dibantu alat berat

B. Masjid Raya Baiturrahman Aceh
Siapa yang tidak kenal dengan masjid megah nan cantik yang satu ini ? Masjid ini merupakan salah satu Masjid yang selamat meskipun daerah sekitarnya hancur diterjang oleh gelombang Tsunami 2004 silam. Menurut catatan sejarahnya, didirikan oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1022 H / 1612 Masehi, bisa dibilang sebagai salah satu Masjid tertua yang ada di Indonesia. Terletak di jantung kota Banda Aceh dan menjadi pusat kegiatan di NAD. Di sekitar masjid ini terdapat berbagai macam kerajinan tangan khas masyarakat Aceh yang bisa dibeli dengan harga terjangkau.

Saran saya, jika ada kenalan orang Aceh, ajak saja beliau ketika berbelanja, karena biasanya mereka (pada pedagang) segan untuk menawar mahal jika menjualnya kepada sesama orang Aceh. Kalau saya waktu itu mengajak ipar saya (Kak Mina) yang asli Aceh.

Tampak depan

Tampak Samping Masjid Baiturrahman
Menjelang Maghrib, lampu sudah dinyalakan. Indah sekali !

Halaman Masjid
Masjid Baiturrahman yang tetap kokoh meskipun diterjang Tsunami















C. Kedai Kopi Dhapukupi
Bagi pecinta kuliner , terutama kopi, wajib hukumnya mampir ke kedai Dhapu Kupi yang terletak di Simpang Lima sebelum menuju kota Banda Aceh (arah dari Bandara Sultan Iskandar Muda ).

Kedai Kopi Dhapu Kupi
Dhapu Kupi merupakan salah satu tempat nongkrong favorit saya selama di Aceh, karena disini kita bisa menikmati Martabak Aceh dan Teh tarik khas Banda Aceh, dengan harga yang terjangkau pula pastinya. Saya jamin, rasanya akan berbeda jauh dengan restoran-restoran Aceh yang ada di Jakarta.. hehehe
Dhapu Kupi juga menyediakan fasilitas Wi-Fi, sehingga kita bisa menikmati suasana sore sambil berinternet ria. ^^


D. Kopi Solong Ulee Kareng
Selain Dhapu Kupi, saya juga diajak abang sepupu saya (Bang Iqbal) berkunjung ke Kedai Kopi yang satu ini, masih terletak di Kecamatan Ulee Kareng, kota Banda Aceh. Secara bangunan, kedai kopi ini memang tidak sebesar Dhapu Kupi. Namun, suasana yang tercipta di kedai yang satu ini benar-benar terasa di rumah. 

Bisa saya lihat saat itu, walaupun terkesan sederhana, warung kopi ini tidak pernah sepi dengan pengunjung, terutama jika mentari sudah terbenam, suasana akan semakin cenderung ramai. Abang saya pun menjelaskan, di Aceh itu yang paling banyak "peredarannya" adalah Kedai Kopi, karena memang masyarakat Aceh pada umumnya "ngopi Kopi". Jujur, semenjak dari sana lah saya jadi gemar "ngopi" sembari ditemani dengan sebungkus rokok setiap bertemu kangen dengan kawan atau pun sanak keluarga. Sedaaaaap !!!

Sedikit mengutip dari http://kopiuleekareng.blogspot.com/ Provinsi NAD menganut hukum syariat Islam, oleh karenanya disini hampir tidak ada tempat hiburan malam. Gantinya, tempat "ngopi" yang banyak beredar sebagai ajang berkumpul dengan sanak famili maupun rekan-rekan sejawat. Untuk busana , terutama bagi kaum wanita yang bepergian keluar rumah wajib memakai hijab dan baju tertutup (minimal lengan panjang)


E. Kapal PLTD Apung
Terletak di Gampong Punge Blang Cut, Banda Aceh. Ini adalah kapal tanker besar yang terbawa arus gelombang Tsunami hingga akhirnya terdampar di daratan. Menurut info dari masyarakat sekitar saat saya kesana, kapal itu belum pernah dipindahkan sejak terdampar, jadi bisa dibayangkan mungkin masih ada sisa-sisa mayat atau puing-puing yang terjebak dibawahnya (bisa kawan-kawan lihat juga dari ukurannya yang sangat besar ). Fyi, ada yang bilang beratnya sekitar 2600 ton. Jadi, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya gelombang Tsunami saat itu sehingga bisa membuat kapal sebesar dan seberat itu terdampar sekitar 4-5 km dari pelabuhan.

PLTD Apung yang terdampar
Sayangnya, saat saya kesana (2010) belum ada akses yang cukup mudah jika ingin masuk ke dalam Kapal. Jadi saya hanya bisa melihatnya dari luar saja. 

Beruntungnya bagi kalian yang mungkin ingin mengunjungi Aceh dalam waktu dekat, saat ini disekitar kapal tersebut sudah dibuat tangga agar para pengunjung lebih mudah jika ingin masuk dan melihat-lihat ke dalamnya.




Bandingkan ukurannya dengan badan saya
PLTD Apung















F. Museum Tsunami Aceh
Berlokasi di Jl.Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. Di dalam museum ini, bisa kita lihat berbagai catatan tentang kejadian Tsunami Aceh . Yang paling menarik perhatian saya adalah karena bangunan ini didominasi oleh berbagai foto memilukan yang menggambarkan betapa gelombang dahsyat telah memporak porandakan Aceh saat itu.

Gedung ini dirancang oleh seorang arsitek asal Indonesia, bernama Ridwal Kamil (saat ini menjabat sebagai Walikota Bandung, periode 2013 - 2018 ). Bangunan ini secara struktur memiliki 4 lantai dengan luas sekitar 2500 m2.

Tampak Depan Museum Tsunami Aceh
Disini, tidak semua foto bisa saya tampilkan (karena memang ada beberapa gambar yang terlalu sadis dan tidak pantas dilihat, 

Silahkan disimak..
Bagian dalam Museum Tsunami Aceh
Keterangan tentang Museum

Para relawan yang sedang mengumpulkan mayat

Kapal yang tersangkut di atas genteng rumah
Mobil yang sudah tidak berbentuk
Dikejar oleh Gelombang Tsunami
Keadaan Aceh sebelum Tsunami
Sesudah Tsunami
Kehancuran fasilitas dimana-mana
Masjid yang tetap kokoh, meskipun sekitarnya rata dengan tanah

Saya beserta keluarga kehilangan 20 orang keluarga dan kerabat saat musibah ini terjadi, 3 orang diantaranya ditemukan sudah menjadi mayat, dan 17 sisanya hilang hingga saat ini.. #tears..

Hanya bisa mendoakan, semoga amal ibadah mereka semua diterima disisi Allah SWT dan diampuni segala dosa-dosanya.. :')


G. Pantai Lampu'uk (15 km dari Banda Aceh)
Menurut informasi dari beberapa sumber yang pernah saya baca, mengutip sedikit dari http://www.indonesiakaya.com, Pantai Lampuuk merupakan salah satu primadona bagi masyarakat Aceh sebelum terjadinya bencana Tsunami pada 2004 silam. Pantai ini merupakan salah satu pantai yang hancur parah saat terjadinya Tsunami, dimana pohon-pohon, bangunan, serta hotel yang berada di sekitar pantai ini hancur akibat diterjang gelombang Tsunami.

Tapi yang saya lihat saat berkunjung kesana tahun 2010, pantai ini sudah kembali ramai dikunjungi oleh pengunjung, yang menandakan bahwa rasa trauma masyarakat sekitar sudah berangsur-angsur pulih.

Pantai ini memang seru sebagai pilihan tempat berlibur, selain memiliki pasir putih dan pepohonan pinus yang rindang, disini kita juga bisa menikmati berbagai keindahan alam yang ada sembari menyantap berbagai aneka hidangan seafood, dengan pilihan dibakar atau digoreng. Jika haus, disini pun banyak tersedia air kelapa.

Soal harga?  aman boss.. masih terjangkau lah oleh kantong.. :)

Pesona Pasir Putih Pantai Lampuuk

Bersama keluarga di Aceh
Menikmati hangatnya suasana Pantai Lampuuk















Sebenarnya, masih banyak kawasan menarik dari Aceh yang bisa di-explore, seperti pantai - pantai yang tidak kalah eksotik, berbagai spot untuk snorkling, dll. Hanya saja berhubung keterbatasan waktu, ditambah saat itu memang saya juga sembari kerja, jadinya tidak banyak yang bisa saya explore.

Jika ada langkah kembali kesana, salah satu yang ingin saya datangi adalah Titik 0 derajat Indonesia, Pantai Gapang dan Pantai Iboih yang ada di Sabang. Jika tidak ada halangan, In sya Allah mungkin Lebaran tahun ini sekalian mudik kesana. ;)


Demikian, semoga tulisan saya ini bisa menjadi manfaat bagi siapapun yang membacanya..


Cheers,

RPR - Sang Petualang
(silahkan di follow IG saya jika berkenan : @rezkirusian)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar