Bertepatan dengan perayaan tahun baru Cina (Imlek) yang jatuh pada 19 Februari 2015 ini, saya bersama beberapa kawan dari BPJ (Backpackers Jakarta), berkesempatan mengunjungi Kota Tangerang guna menyaksikan berbagai perayaan Imlek yang ada disana.
Ok.. let's the story begins !
Sekitar pukul 06.00 WIB saya bersama Ses Ninuk pergi menuju Stasiun Tebet guna naik kereta yang akan mengantar kami menuju Tangerang, dimana kami akan bertemu dengan kawan-kawan yang lain disana. Sebelumnya, kami pun singgah di Stasiun Manggarai untuk bertemu dulu dengan Ryan. Rute yang kami ambil adalah Tebet - Duri (Transit) - Tangerang.
Stasiun Tangerang pagi itu |
Saya, Ses Ninuk dan Ryan pun tiba lebih awal, sekitar pukul 08.15 kami sudah tiba dan tak lama bertemu dengan Bung Ferdinand saat berjalan menuju arah Pasar Lama (ditandai dengan jam besar Argo Pantes di tengah simpang jalan)
Sembari menunggu kedatangan kawan kami yang lain, kami pun bergerak mencari sarapan untuk mengisi kekosongan perut kami.
Maka, nasi bakar lah yang menjadi pilihan kami.
Nasi Bakar Ibu Rini ini bisa ditemui tidak jauh dari simpang Jam Argo Pantes, bisa dinikmati dengan harga Rp 13.000,-/porsi.
Tidak jauh dari Nasi Bakar ini, kawan-kawan bisa temui juga berbagai macam kuliner seru, karena memang letaknya juga yang dekat dengan pasar, seperti : Bubur ayam, lontong sayur, nasi uduk,Cilok Bandung. Bahkan ada juga yang segar - segar seperti Es Podeng dan Es Dongdong.
Menjelang pukul 10.00, kawan-kawan kami pun berdatangan satu demi satu, dimulai dari Firman, Noviar & Nita, mbak Endah dan akhirnya mas Adi.
Perjalanan pun dimulai dengan bergerak ke arah pasar dan kemudian berbelok ketika kami melihat plang adanya Klenteng.
A. Klenteng Bon Tek Bio
Klenteng ini bisa dicapai dengan berjalan kaki sekitar 400-500 meter dari arah Stasiun Tangerang menuju Pasar Lama . Hanya saja, berhubung lokasinya terdapat di dalam kompleks pasar, kami harus berjalan masuk ke dalam. Disekitar jalan menuju Klenteng, kawan-kawan bisa saksikan berbagai macam toko maupun lapak yang menjual berbagai macam ornamen Imlek. Namun, satu hal yang membuat saya miris, di sekitar Klenteng ini banyak sekali pengemis sehingga membuat suasana menjadi kumuh.
Jalan di dalam pasar menuju Klenteng Bon Tek Bio |
Bagian depan Klenteng Bon Tek Bio |
Berbicang dengan penjaga Klenteng (saya lupa disebutnya apa jika di Klenteng) |
Ukuran Klenteng ini termasuk kecil, ditambah dengan banyaknya lilin setinggi manusia dan banyaknya bara api sehingga membuat suhu udara di dalamnya cukup panas. Di sini, kami bisa menyaksikan berbagai macam warga keturunan Tiong Hoa yang sedang beribadah. Berikut foto-fotonya..
Lilin-lilin sebesar manusia |
Salah satu sumber bau Dupa terkuat |
Beberapa warga sedang beribadah |
Ornamen Lilin yang tersusun rapi |
"Jalan Kebenaran" katanya.. |
Seorang Pak Tua yang sedang berdoa |
Sayangnya, tidak semua bagian pada Klenteng bisa kami masuki, dan setelah puas berfoto-foto kami pun segera melanjutkan perjalanan menuju Klenteng kedua yang jaraknya cukup jauh.
Untuk menuju ke Klenteng berikutnya (Bun San Bio), berhubung jaraknya yang cukup jauh jika berjalan kaki (sekitar 52 hingga jam dari Klenteng Bon Tek Bio), kawan-kawan bisa memilih antara berjalan kaki atau charter angkot.
Tapi, kami memilih untuk berjalan kaki sembari berfoto dan menikmati segala suasana yang ada.hehehe
Jika memilih berjalan kaki, kawan-kawan tinggal berjalan lurus mengikuti jalan (jika berasal dari arah masuk menuju Klenteng Bon Tek Bio) hingga bertemu dengan Sungai Cisadane. Susuri jalan sepanjang pinggir sungai hingga bertemu Jembatan penyebrangan.
Menyebrangi jembatan penyeberangan |
Welcome to Kota Tangerang ^^ |
Sebrangi jembatan dan masuk ke jl.Dadang Suprapto (sebelah kanan dari arah datang). Susuri jalan sepanjang sungai dimana terlihat atap Vihara dikejauhan. Kalau tidak salah, kawan-kawan harus berjalan sekitar 1 Km menuju jalan yang terbagi dua nantinya. Ambil yang sebelah kiri, ikuti jalan. Ambil belok kanan saat bertemu pertigaan. Nah, Klenteng Bun San Bio terletak tidak jauh dari pertigaan tersebut (sekitar 100 meter)
B. Klenteng Bun San Bio
Di dekat pintu masuk, kawan-kawan bisa saksikan banyak pedagang-pedagang yang menjajakkan barang-barang khas Imlek, bagi anda penyuka batu akik/permata, tampaknya kemarin saya melihat beberapa batu giok dan gelang giok dipajang deh. Hehehe..
Klenteng ini bisa dibilang merupakan Klenteng terbesar yang kami kunjungi di hari itu, dan enaknya lagi, kami bebas jika ingin berkeliling dan memotret apapun yang kami suka. Yeeey !
Ketika masuk, kawan-kawan akan langsung disambut dengan hiasan lampion yang banyak digantung di atas langit-langit, dari arah gerbang menuju tempat ibadah. Sehingga, menambah kemegahan suasana Imlek di Klenteng tersebut.
Gerbang masuk Klenteng Bun San Bio |
Lautan lampion di langit-langit |
Bergerak ke bagian tengah, dapat kita jumpai terdapat 2 ornamen singa dengan masing-masing terdapat pagoda disebelahnya.
Di Pagoda ini pun beberapa kali saya lihat beberapa warga Tiong Hoa mengambil kertas dan memasukkannya ke dalam pagoda tersebut untuk selanjutnya dibakar.
Ornamen Singa beserta pagoda |
Bagian tengah Klenteng |
Berjalan ke bagian dalam Klenteng, kawan-kawan bisa jumpai terdapat kursi antik dimana terdapat pemandangan gunung indah di belakangnya. Tadinya saya ingin berfoto sembari duduk disitu, tapi saya ragu, takutnya ada yang "sedang duduk" disitu. Paham lah kalian.
Kursi Antik dengan pemandangan gunung |
Berjalan lagi ke bagian belakang, bisa kita jumpai taman yang cukup luas. Namun yang menarik perhatian saya saat itu adalah patung besar Dewi Quan In dan kolam berisi kura-kura besar di dalamnya.
Jika diperhatikan benar-benar, di dalam kolam dapat kita lihat banyak terdapat uang receh, langsung saya berpikir, mungkin saja orang-orang berdoa disini dan diakhiri dengan melempar uang logam ke dalam kolam dengan harapan agar doanya dikabulkan sang Dewi.
Oh ya, fyi , kura-kura besar yang ada disini saya rasa cukup narsis lho ya, bagaimana tidak? setiap ada orang dia selalu menjulurkan kepalanya keluar dan seakan-akan tidak menolak jika difoto oleh orang yang datang. Atas dasar penasaran, saya pun ikut-ikutan berfoto dengan kura-kura besar bin narsis ini.
Tempat pemujaan di bagian belakang (dekat taman) |
Patung Dewi Quan In |
Si Kura-kura besar bin Narsis |
Anak-anak pun berani bermain bersama kura-kura besar tsb |
Kolam tempat orang berdoa sembari melempar recehan |
Mari berfoto ! |
Di bagian belakang Klenteng, terdapat juga kantin dimana orang-orang bisa berkumpul sembari menyantap makan siang. Dan tidak jauh dari itu, terdapat juga makam keramat. Terlihat beberapa orang sedang memanjatkan doa saat saya lewat disekitarnya. Bahkan ada beberapa stasiun TV juga yang sedang meliput.
C. Pura Kerta Jaya
Tidak jauh saat kami keluar dari Klenteng, sekitar 50 meter berjalan menyusuri jalan satu arah ini pun kami sempat mampir di sebuah bangunan Pura. Setelah meminta ijin untuk masuk dari Bapak yang berjaga di depan, kemudian disambut oleh Bli Supri (yang menjaga Pura) kami pun mulai berkeliling sejenak dan berfoto-foto disekitar Pura.
Hanya saja, saya tidak sempat masuk ke dalam tempat ibadahnya dikarenakan ada beberapa syarat untuk bisa masuk ke dalam, yakni melepas alas kaki, memakai kain Bali (disediakan), dan saya lupa syarat terakhir.
Karena syarat terakhir itulah saya mengurungkan niat untuk masuk, tapi saya lupa.
Berfoto di depan Pura Kerta Jaya |
Beberapa larangan masuk ke Puri |
Gerbangnya yang cukup mewah |
Pintu masuk menuju tempat ibadahnya |
Mungkin ada yang akan bertanya apa arti dari "Cuntaka" ?
menurut Bli yang ada disitu, Cuntaka berarti dalam keadaan sedang berkabung, sehingga orang-orang yang masih sedih karena ditinggal pergi (meninggal dunia) sanak saudara atau familinya dilarang masuk ke dalam tempat ibadah.
Note : Tidak jauh dari pertigaan setelah Pintu masuk Pura, terdapat Masjd jika kawan-kawan ingin menunaikan sholat (bagi yang muslim) atau sekedar "leyeh-leyeh" melemaskan kaki.
D. Pintu Air 10
Destinasi kami berikutnya memang agak jauh, tapi masih bisa dicapai dengan berjalan kaki sekitar 1-3 Km (anggap saja olahraga sore-sore gitu).
Pintu Air 10 ini bisa dicapai mengambil belok kiri saat ada pertigaan dari jalan satu arah ini. Selanjutnya kawan-kawan tinggal berjalan lurus saja ke arah Kotabumi hingga akhirnya bisa terlihat Pintu Air 10 seperti di bawah ini dikejauhan.
Refleksi bayangan Pintu Air 10 dari kejauhan |
Sisi utama |
Sisi lainnya |
Langsung mengarah ke Sungai Cisadane |
Mirisnya melihat masih banyak sampah |
Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari Pintu Air 10 ini, kecuali jika kawan-kawan ingin berfoto-foto dengan menantang nyali berada tepat di atas sungai yang deras (disisi yang tidak terlihat ketika datang). Hanya saja, miris sekali rasanya melihat masih banyak sampah yang dibuang ke sungai ini. Kawan-kawan bisa melihat lebih jelas ke arah pintu airnya nanti, tapi hati-hati terjatuh yaa.. :P
E. Klenteng Tjong Tek Bio
Untuk menuju ke Klenteng terakhir ini, kawan-kawan bisa berjalan dengan menyebrangi Pintu Air 10, dilanjutkan dengan melewati komplek perumahan dan ambil belok kiri ketika bertemu pertigaan jalan raya. Sekitar 100 meter selanjutnya Pintu masuk menuju Komplek perumahan Cina dimana Klenteng Tjong Tek Bio berada sudah terlihat.
Klenteng ini berada di dalam komplek perumahan Cina, dan tidak terlalu besar ukurannya jika dibanding dengan Klenteng pertama dan kedua tadi. Ditambah lagi, berhubung kami sudah agak siang ketika tiba disana sehingga suasana sudah sepi.
Gerbang masuk komplek |
Pintu masuk Klenteng Tjong Tek Bio |
Tempat ibadah |
Ornamen Singa, lilin besar beserta kue-kue sebagai sesajen |
Berbagai macam buah-buahan |
Dengan kunjungan kami kemari, berakhirlah penjelajahan kami di kota Tangerang dalam rangka Imlek ini. Fyi, tidak dipungut biaya tiket masuk ketika kawan-kawan berkunjung ke tempat-tempat yang saya sebutkan di atas. Hanya saja, jika kalian datang dalam jumlah banyak ("bedol desa" sebutan dari saya), alangkah lebih baiknya memberi tips seikhlasnya kepada para penjaga yang ada di sana.
Dari Klenteng ketiga ini, jika ingin kembali ke Stasiun Tangerang, saya sarankan kawan-kawan charter angkot dengan biaya per orang maks Rp 10.000,- (coba saja ditawar dulu) atau bisa juga mampir ke sekitar jam Argo Pantes jika kawan-kawan ingin makan dulu sebelum pulang.
Note : Di sekitar Simpang Argo Pantes terdapat kedai Mie Aceh yang rasanya cukup ajib dan cocok sebagai pilihan makan siang/malam kawan-kawan semua dengan harga yang cukup terjangkau.
Coba aja mampir kesini jika lapar |
Ini list harganya, sudah termasuk pajak lho! |
Ini yang saya pesan, Martabak Aceh |
Akhir kata, saya ucapkan Gong Xi Fat Choi, Selamat Hari Imlek (Tahun Baru Cina) bagi setiap mereka yang merayakannya...
Cheers,
RPR - Sang Petualang
(jika berkenan silahkan follow IG saya : @rezkirusian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar